Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

September Tak Lagi Ceria, Badai Mematikan Melanda Sebagian Dunia

Kompas.com - 14/09/2023, 07:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

KOMPAS.com - September sedianya bulan ceria, sebagaimana judul lagu populer "September Ceria" yang dilantunkan Vina Panduwinata dan dirilis tahun 1982.

Namun, bagi sebagian warga di sebagian belahan dunia, September kini diselimuti duka akibat bencana yang terjadi tanpa disangka-sangka.

Badai dan banjir mematikan terjadi beberapa hari pada awal September 2023 ini, dan para ilmuwan memperingatkan kita bahwa tak ada sejengkal pun tempat di dunia yang kebal bencana.

Perubahan iklim itu nyata. Sebanyak 20.000 orang tewas akibat banjir yang melanda Libya yang diperburuk hancurnya infrastruktur, menyusul datangnya Badai Mediterania Daniel.

Ilmuwan iklim dari Universitas Leipzig Karsten Haustein mengatakan, meskipun belum ada kaitan resmi mengenai peran perubahan iklim dalam mendorong Badai Daniel yang lebih hebat, dapat dikatakan bahwa suhu permukaan laut Mediterania jauh di atas rata-rata sepanjang musim panas.

Baca juga: Aksi Iklim Greta Thunberg Berpengaruh Besar Ubah Perilaku Masyarakat

Menurutnya, badai menyerap lebih banyak energi dari lautan yang lebih hangat, sementara atmosfer yang lebih panas menampung lebih banyak uap air yang dapat jatuh sebagai hujan, sehingga menyebabkan banjir yang lebih parah.

Di Yunani, Badai Daniel telah menghilangkan nyawa 15 orang. Hujan dahsyat yang terjadi selama berhari-hari yang dimulai pada tanggal 4 September meruntuhkan bendungan, menghanyutkan jalan, dan melemparkan mobil ke lautan.

Beberapa wilayah diguyur curah hujan tahunan dua kali lipat rata-rata di Athena hanya dalam waktu 12 jam.

Dataran Thessalia, yang merupakan rumah bagi seperempat produksi pertanian negara itu, telah berubah menjadi danau raksasa pada tanggal 8 September.

Turki dan Bulgaria juga dilanda hujan akibat Badai Daniel. Setidaknya lima orang tewas setelah banjir bandang melanda perkemahan mereka di provinsi Kirklareli, Turki.

Baca juga: Paus Mampu Serap Banyak Karbon daripada Pohon, Solusi Alami Krisis Iklim

Dua orang lainnya tewas di Istanbul, tempat badai pada tanggal 5 September menggenangi ratusan rumah dan tempat kerja.

Pemandangan mengerikan muncul dari kerumunan orang yang terjebak di dalam Perpustakaan Nasional Baakehir.

Lebih jauh di sepanjang pantai Laut Hitam di provinsi Burgas, Bulgaria, penduduk desa terpaksa mengungsi dari air banjir yang naik cukup tinggi hingga menenggelamkan mobil.

Setidaknya empat orang diketahui tewas di negara tersebut. Setelah melewati Cekungan Mediterania, Badai Daniel menghantam pantai utara Libya pada 9 September.

Bencana ini menyebabkan banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan jebolnya bendungan yang melindungi kota pelabuhan Derna. Akibatnya, amukan air menyapu pemukiman warga di kedua tepian sungai Wadi Derna.

Kota Benghazi juga dilanda bencana banjir. Hingga Selasa sore, jumlah korban tewas di negara itu diperkirakan mencapai 5.200 orang, dan 10.000 orang terluka atau hilang.

Badai Daniel bukan satu-satunya banjir besar yang dipicu oleh perubahan iklim yang terjadi di dunia pada bulan ini.

Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Perilaku dan Fungsi Tumbuhan Berubah

Di Brasil bagian selatan, topan menyebabkan curah hujan lebih dari 300 milimeter (hampir 12 inci) di negara bagian Rio Grande do Sul dalam waktu kurang dari 24 jam, mulai tanggal 4 September. Hal ini memicu banjir dan tanah longsor yang menewaskan sedikitnya 39 orang.

Gubernur Eduardo Leite mengatakan, jumlah korban tewas adalah yang tertinggi yang pernah terjadi di negara bagian tersebut akibat peristiwa iklim.

Perubahan iklim juga meningkatkan intensitas dan frekuensi badai tropis, yang dialami Hong Kong dan sebagian wilayah China selatan pada pekan lalu.

Sisa curah hujan akibat Topan Haikui membasahi Hong Kong dengan curah hujan terberat sejak pencatatan dimulai 140 tahun lalu.

"Saya belum pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya. Bahkan saat terjadi topan sebelumnya, tidak pernah separah ini. Cukup menakutkan," kata asisten perawat Hong Kong berusia 65 tahun, Connie Cheung, kepada Reuters.

Baca juga: Krisis Iklim dan Isu Lingkungan Kurang Diulas Media Daring

Setidaknya dua orang tewas dan ratusan orang dirawat di rumah sakit akibat banjir yang merendam jalan, terowongan, dan sistem metro. Curah hujan bersejarah juga melanda kota Shenzhen di China selatan.

Di Eropa, awal September juga membawa banjir besar ke Spanyol. Jembatan-jembatan luluh lantak dan mobil-mobil hanyut di wilayah yang paling parah dilanda bencana di barat daya Madrid.

Jumlah korban tewas secara Nasional meningkat menjadi 6 orang pada 9 September. Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun diselamatkan setelah bermalam sambil berpegangan pada pohon.

"Para ilmuwan iklim telah memperingatkan selama beberapa dekade bahwa hal ini akan terjadi. Apakah tempat-tempat ini pernah mengalami banjir pada masa lalu? Tentu saja, tapi tidak semuanya terjadi secara bersamaan," tulis aktivis iklim AS Edgar McGregor di X (sebelumnya Twitter).

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com