KOMPAS.com – Pertengahan September ini, dunia dikejutkan oleh banjir dahsyat yang menggulung Libya hingga menyebabkan sekitar 5.000 jiwa tewas.
Banjir yang terjadi di Libya dipicu oleh Badai Daniel dari kawasan Laut Mediterania. Kekuatan Badai kali ini disebut sangat kuat sehingga memicu bencana besar di Libya.
Badai Daniel juga menerjang negara lain di kawasan Mediterania yakni Yunani dan Turkiye, menyebabkan belasan orang tewas.
Baca juga: September Tak Lagi Ceria, Badai Mematikan Melanda Sebagian Dunia
Di belahan bumi lain, di AS, musim badai di sana juga menjadi sorotan. Kekuatan badai di “Negeri Paman Sam” yang semakin kuat menjadi kekhawatiran besar para ilmuwan.
Dilansir dari Associated Press, badai biasanya terbentuk di atas lautan saat bertemunya air hangat, udara lembab, perubahan atmosfer, dan angin.
Badai merupakan siklus alam yang terjadi secara berulang sejak zaman dulu. Di satu sisi, perubahan iklim ditengarai membuatnya semakin kuat dan sering.
Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa perubahan iklim membuat badai semakin kuat dan semakin sering.
Baca juga: Banjir yang Porakporandakan Libya Jadi Bukti Ganasnya Perubahan Iklim
Besarnya kekuatan badai berpotensi besar memicu banjir bandang dan gelombang badai yang lebih dahsyat yang menghantam garis pantai.
Peneliti badai di University of Miami, Brian McNoldy, mengungkapkan, kenaikan permukaan air laut juga meningkatkan fondasi terjadinya gelombang badai, sehingga membuat banjir di wilayah pesisir lebih besar kemungkinan terjadi dan parah.
Selain itu, atmosfer yang semakin hangat karena naiknya suhu Bumi juga menampung lebih banyak kelembapan.
Selama ratusan tahun, memang telah terjadi badai yang sangat besar dan dahsyat. Akan tetapi, badai berkekuatan besar yang terjadi beberapa waktu terakhir tidak bisa dilepaskan dari pengaruh perubahan iklim.
Baca juga: Mengenal Badai Daniel, Penyebab Banjir Bandang di Libya yang Tewaskan 2.500 Orang
“Tidak ada satupun dari hal ini yang meniadakan fakta bahwa perubahan iklim sedang terjadi dan mengubah atmosfer dan lautan dengan kecepatan yang belum pernah kita lihat sebelumnya,” ucap McNoldy kepada Associated Press.
Peneliti badai di Princeton University, Gabriel Vecchi, menuturkan, sudah ada bukti bahwa tingkat curah hujan akibat badai telah meningkat akibat pemanasan global.
“Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa sinyal pemanasan global terhadap intensitas badai akan tumbuh dan menjadi lebih jelas selama abad ini,” tuturnya.
Baca juga: Biden Kunjungi Florida, Pantau Kerusakan Akibat Badai Idalia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya