KOMPAS.com – Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi bernama Jaring Nusa mendesak pemerintah melindungi dan memenuhi hak masyarakat pesisir dan pulau kecil dalam Visi Indonesia Emas 2045.
Jaring Nusa menilai, Visi Indonesia Emas 2045 dan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 masih mengutamakan hilirasi industri terutama dari sektor pertambangan.
Hal itu dinilai kontras dengan semangat mengedepankan kesejahteraan dan mempertahankan kearifan lokal yang sudah memberikan manfaat ekonomi sekaligus ekologi yang ada di pesisir, laut, dan pulau kecil.
Baca juga: Unkris dan Kemen ATR Gelar Webinar Pemanfaatan Tata Ruang SDEW dan Kawasan Pesisir
Dinamisator Jaring Nusa Asmar Exwar mengatakan, visi maritim dalam rancangan RPJPN 2025-2045 belum secara konkret menjabarkan pentingnya membangun prasyarat utama implementasinya.
Prasyarat utama yang dimaksud adalah perlindungan dan pengakuan hak atas ruang hidup masyarakat pesisir pulau kecil sebagai subyek daripada pembangunan.
Selain itu, rancangan RPJPN 2025-2045 memandang kawasan Indonesia timur sebagai wilayah kepulauan penopang pembangunan dengan basis penyedia sumber daya alam.
Pandangan tersebut akan menambah kerentanan kawasan Indonesia timur dan membuatnya semakin rawan tereksploitasi.
Baca juga: Kurangi Emisi Karbon, Amartha Tanam 1.000 Mangrove di Pesisir Pantai Morodemak
“Ini kontradiktif dengan kebutuhan terkait perlindungan wilayah kepulauan dan laut sebagai suatu ekosistem yang terintegrasi dan merupakan penopang kehidupan masyarakat, baik itu masyarakat lokal, tradisional dan masyarakat adat,” kata Asmar dikutip dari siaran pers Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Parid Ridwanuddin menyampaikan, rancangan RPJPN 2025-2045 akan kehilangan jangkar konstitusionalnya jika tidak memasukkan Pasal 33 UUD 1945.
Pasal tersebut memandatkan negara untuk menguasai sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil untuk sebesar-besar kemakmuran masyarakat pesisir.
Ia mendesak pemerintah untuk melakukan sejumlah hal dalam penyusunan rancangan RPJPN 2025-2045.
Baca juga: Adopsi Konsep Ekonomi Biru, Indonesia Optimalkan Sumber Daya Pesisir
Pertama, memastikan pembangunan nasional tidak menempatkan laut sebagai ruang pertarungan antara yang kuat dengan yang lemah.
Kedua, menghindari penyusunan rencana pembangunan yang bias teknokratisme, di mana pengetahuan lokal dan tradisional yang dimiliki masyarakat pesisir tidak ditempatkan sebagai bagian penting dalam RPJPN 2025-2045.
Ketiga, memastikan adanya undang-undang keadilan iklim sebagai prioritas utama dalam RPJPN 2025-2045 selaku kerangka regulasi utama, sekaligus mencabut beragam aturan yang akan melanggengkan kerusakan.
Parid mendesak pemerintah serius dalam menyusun dan mengimplementasikan kebijakan tersebut di tengah situasi pesisir, laut, dan pulau kecil yang semakin kritis seperti semakin cepatnya kenaikan temperatur air laut.
Baca juga: Pesisir Lestari Ajak Pemerintah dan Masyarakat Jaga Keanekaragaman Hayati Berkelanjutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya