Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Mengendalikan Ekosistem Air Tawar

Kompas.com, 25 September 2023, 15:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAJUK Rencana Kompas, Selasa (10/9/2023), mengangkat tema menarik berjudul “Ekosistem Air Telah Lama Bermasalah”.

Inti yang dibahas dalam tulisan tersebut adalah adanya pembiaran ekosistem yang sudah rusak dan berlangsung cukup lama.

Daerah tangkapan air (DTA) berubah fungsi menjadi permukiman dan sebagian dikuasai oleh perusahaan/korporasi untuk menjalankan bisnis mereka.

Desakan kebutuhan atas permukiman karena jumlah penduduk dan berbagai kebutuhannya telah mengalahkan keharusan untuk melindungi daerah tangkapan air yang lebih berguna bagi masa depan manusia.

Kebutuhan hidup sesaat mengalahkan kepentingan manusia untuk mewariskan secara lestari bumi ke anak cucu mereka pada masa mendatang.

Kita sejak lama melihat dampak masalah di atas, seperti fenomena bencana banjir, banjir bandang dan tanah longsor di berbagai tempat, sedimentasi di berbagai waduk dan aliran sungai, dan juga kekeringan di mana-mana.

Hanya saja kejadian yang terus berulang terjadi setiap tahun, tidak dan belum menumbuhkan kesadaran baru untuk menghentikan alih fungsi lahan.

Permukiman tetap saja tumbuh tanpa kompromi di area-area tangkapan air yang sebenarnya dilarang untuk penggunaan lain selain tutupan hutan (forest coverage), apalagi untuk permukiman.

Kerusakan ekosistem air diperparah pembuangan limbah di aliran air sungai dan juga pemanfaatan air yang tidak terkendali.

Pada masa depan, air akan makin sulit didapat dan makin mahal. Peringatan akan adanya krisis iklim, krisis air, dan krisis pangan nampak bukan isapan jempol belaka, karena terjadi pada depan mata kita sekarang ini.

Bagaimana seharusnya kita mengendalikan ekosistem air tawar yang dibutuhkan oleh kehidupan manusia di bumi ini?

Pemahaman siklus dan neraca air

Air tawar merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang tersedia hanya 2,5 persen. Sisanya 97,5 persen adalah air laut yang tidak bisa dikonsumsi manusia. Ini manandakan air tawar makin lama makin langka dan harus dikelola dengan baik.

Lanskap Kampung Pulo, Jakarta Timur, Kamis (17/6/2021). Saat proyek normalisasi Kali Ciliwung, warga yang tergusur direlokasi ke Rusunawa Jatinegara Barat.KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Lanskap Kampung Pulo, Jakarta Timur, Kamis (17/6/2021). Saat proyek normalisasi Kali Ciliwung, warga yang tergusur direlokasi ke Rusunawa Jatinegara Barat.
Beruntung Indonesia hanya mempunyai dua musim (kemarau dan hujan) sehingga air tawar dari pasokan air hujan cukup melimpah, baik dari angin musim maupun hujan orografis yang terbentuk karena banyaknya gunung di Indonesia.

Namun air hujan yang seharusnya menjadi berkah, malah menjadi bencana karena salah kelola dalam menjaga kelestarian lingkungan, khususnya kawasan hutan yang berada di daerah hulu.

Secara alami, air tawar yang jumlahnya 2,5 persen total air yang ada di planet ini berasal dari air hujan, yang masuk ke permukaan, masuk ke dalam tanah, atau mengalir melalui sungai. Proses alam menguapkan kembali air itu menjadi air hujan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IESR: Revisi Perpres 112 Tahun 2022 Ancam Target Transisi Energi
IESR: Revisi Perpres 112 Tahun 2022 Ancam Target Transisi Energi
LSM/Figur
8 Juta Anak Indonesia Memiliki Darah Mengandung Timbal Melebihi Batas WHO
8 Juta Anak Indonesia Memiliki Darah Mengandung Timbal Melebihi Batas WHO
Pemerintah
Bobibos Diklaim Lebih Ramah Lingkungan, Ini Penjelasan BRIN
Bobibos Diklaim Lebih Ramah Lingkungan, Ini Penjelasan BRIN
LSM/Figur
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
Swasta
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Pemerintah
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
Pemerintah
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Pemerintah
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Swasta
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Pemerintah
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
Pemerintah
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Pemerintah
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
LSM/Figur
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Swasta
Terkendala Harga, ESDM Pilih Solar dengan Kandungan Sulfur Tinggi untuk Campuran B50
Terkendala Harga, ESDM Pilih Solar dengan Kandungan Sulfur Tinggi untuk Campuran B50
Pemerintah
Inovasi Keimigrasian di KEK Gresik, Langkah Strategis Perkuat Ekonomi Hijau dan Iklim Investasi Indonesia
Inovasi Keimigrasian di KEK Gresik, Langkah Strategis Perkuat Ekonomi Hijau dan Iklim Investasi Indonesia
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau