KOMPAS.com - Pada pertemuan Tingkat Tinggi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 21 September 2023, para pemimpin dunia menyetujui Deklarasi Politik baru tentang Cakupan Kesehatan Universal (UHC) untuk memperluas ambisi pasca pandemi Covid-19.
Dalam Deklarasi Politik tersebut, para pemimpin dunia berkomitmen untuk mengambil tindakan-tindakan nasional, investasi penting, memperkuat kerja sama internasional dan solidaritas global pada tingkat politik tertinggi.
Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat kemajuan menuju UHC pada tahun 2030, dengan menggunakan pendekatan layanan kesehatan primer (PHC).
Agar layanan kesehatan benar-benar universal, diperlukan peralihan dari sistem kesehatan yang dirancang berdasarkan penyakit ke sistem yang dirancang untuk manusia.
PHC sendiri merupakan sebuah pendekatan guna memperkuat sistem kesehatan yang berpusat pada kebutuhan masyarakat.
Selain itu, PHC juga merupakan salah satu bidang investasi yang paling efektif untuk mempercepat kemajuan menuju UHC.
Negara-negara yang telah menerapkan pendekatan PHC mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk secara cepat membangun sistem kesehatan yang lebih kuat dan berketahanan dalam menjangkau kelompok yang paling rentan dan mencapai tingkat pengembalian investasi kesehatan yang lebih tinggi.
Namun, dari semua itu yang paling penting adalah memastikan bahwa lebih banyak orang mendapatkan layanan kesehatan.
Mereka juga diberdayakan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan.
Oleh karena itu, dibutuhkan tambahan investasi sebesar 200 miliar–328 miliar per tahun atau ekuivalen Rp 3.097 hingga Rp 5.088 triliun untuk meningkatkan pendekatan PHC di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah (sekitar 3,3 persen dari produk domestik bruto nasional).
Hal ini dinilai dapat membantu sistem kesehatan, dengan memberikan hingga 90 persen layanan kesehatan penting, menyelamatkan setidaknya 60 juta jiwa, dan meningkatkan rata-rata harapan hidup sebesar 3,7 tahun pada tahun 2030.
Deklarasi ini dipuji sebagai katalis penting bagi komunitas internasional untuk mengambil tindakan besar dan berani serta memobilisasi komitmen politik dan investasi keuangan yang diperlukan untuk mencapai target UHC dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada tahun 2030.
Baca juga: Bonus Demografi Buka Peluang Investasi Kesehatan Rp 1.200 Triliun
Target UHC mengukur kemampuan suatu negara dalam memastikan bahwa setiap orang menerima layanan kesehatan yang mereka butuhkan, kapan dan di mana pun mereka membutuhkannya, tanpa menghadapi kesulitan keuangan.
Ini mencakup keseluruhan layanan utama mulai dari promosi kesehatan hingga pencegahan, perlindungan, pengobatan, rehabilitasi dan perawatan paliatif.
Namun, sebagian besar kemajuan global menuju UHC mengalami stagnasi sejak tahun 2015, sebelum terhenti pada tahun 2019.
Urgensi deklarasi ini terlihat jelas. Setidaknya 4,5 miliar orang atau lebih dari separuh populasi dunia, tidak sepenuhnya tercakup dalam layanan kesehatan penting pada tahun 2021.
Dua miliar orang mengalami kesulitan keuangan, dengan lebih dari 1,3 miliar orang di antaranya semakin terjerumus ke dalam kemiskinan hanya karena mencoba mengakses layanan kesehatan dasar.
Tentu saja, hal ini merupakan kenyataan mengenai semakin melebarnya kesenjangan kesehatan.
Baca juga: Genjot Pemerataan, Pemerintah Daerah Diminta Aktif Usulkan Kebutuhan Tenaga Kesehatan
Tak mengherankan jika Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut Deklarasi Politik tersebut sebagai sinyal kuat bahwa mereka mengambil pilihan tersebut.
"Namun pilihan tidak hanya berhenti pada pilihan yang dibuat di atas kertas. Itu dibuat dalam keputusan anggaran dan keputusan kebijakan. Yang terpenting, hal ini dicapai melalui investasi pada layanan kesehatan primer, yang merupakan jalur paling inklusif, adil, dan efisien menuju cakupan kesehatan universal," tuturnya.
“Pada akhirnya, cakupan kesehatan universal adalah sebuah pilihan, sebuah pilihan politik,” sambung Tedros.
WHO, melalui jaringannya yang terdiri lebih dari 150 kantor negara dan enam kantor regional, memberikan dukungan teknis untuk mempercepat reorientasi radikal sistem kesehatan.
Dukungan ini dilakukan melalui pendekatan yang berfokus pada PHC, dan memastikan panduan normatif yang kuat untuk melacak kemajuan demi akuntabilitas dan dampak.
Setelah diadopsi oleh Majelis Umum PBB, Deklarasi Politik akan dipantau secara berkala implementasinya guna mengidentifikasi kesenjangan dan solusi guna mempercepat kemajuan, dan dibahas pada Pertemuan Tingkat Tinggi PBB berikutnya pada tahun 2027.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya