KOMPAS.com - Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) harus dipercepat untuk menyelamatkan Bumi daru ancaman perubahan iklim.
Hal tersebut disampaikan Pakar Lingkungan Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa dalam sebuah seminar di Kampus Salemba Universitas Indonesia, Jakarta, Jumat (6/10/2023).
Untuk diketahui, Badan Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) melaporkan suhu Bumi mengalami peningkatan 1,75 derajat celsius pada September 2023.
Baca juga: Rencana Aksi Pengurangan Emisi Bakal Menyasar Hotel
Angka itu melampaui ambang batas yang telah disepakati dunia internasional dalam Persetujuan Paris 2015 yaitu 1,5 derajat celsius.
Di sisi lain, rata-rata suhu Bumi pada Januari sampai September 2023 mengalami peningkatan 1,4 derajat celsius di atas masa sebelum revolusi industri.
Peningkatan suhu Bumi tersebut sangat mengkhawatirkan dan harus disikapi dengan sangat serius.
"Perkiraan WMO bahwa kita akan tembus 1,5 derajat dalam lima tahun ke depan," kata Mahawan, sebagaimana dilansir Antara.
"Tidak ada pilihan lain bahwa kita harus mempercepat upaya memitigasi dan mengurangi emisi gas rumah kaca," sambung Mahawan yang juga menjabat sebagai CEO Environment Institute tersebut.
Baca juga: Puluhan Perusahaan Migas Komitmen Pangkas Emisi dalam COP28, Ekspansi Penangkap Karbon?
Lebih lanjut, dia menyampaikan Indonesia harus turut berkontribusi dalam penurunan emisi GRK untuk menyelamatkan planet Bumi.
Di sektor kehutanan, semua pemangku kepentingan maupun masyarakat harus banyak menanam pohon dan mengendalikan kebakaran.
Sedangkan di sektor energi diperlukan transisi dari energi berbasis fosil ke energi baru terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
Menurut Mahawan, transisi energi dapat membuat emisi turun drastis, dari sebelumnya 500 gram karbon dioksida per kilowatt jam (kWh) pada energi fosil menjadi hanya 15 gram karbon per Kwh pada energi baru terbarukan.
Dukungan investasi energi bersih juga sangat dibutuhkan untuk mempercepat transisi energi dan menghentikan laju pemanasan global.
Baca juga: Walhi: Negara Izinkan Industri Lepas Emisi Lewat Perdagangan Karbon
Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia Tri Edhi Budhi Soesilo mengatakan, transisi energi tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Dibutuh curah pendapat, curah pikiran, dan kesungguhan hati untuk tetap menyediakan energi ramah lingkungan yang diperlukan bagi bangsa Indonesia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya