KOMPAS.com – Presiden KTT Iklim COP28 Sultan Al Jaber menyampaikan, adaptasi harus menjadi pembahasan inti dan terdepan dalam agenda iklim.
Hal tersebut disampaikan Al Jaber dalam salah satu acara MENA Climate Week di Ibu Kota Arab Saudi, Riyadh, sebagaimana dilansir Reuters, Minggu (8/10/2023).
KTT Iklim Conference of The Parties 28 (COP28) pada tahun ini dijadwalkan berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), pada 30 November hingga 12 Desember.
Baca juga: Puluhan Perusahaan Migas Komitmen Pangkas Emisi dalam COP28, Ekspansi Penangkap Karbon?
Al Jaber menuturkan, masyarakat yang tinggal di Timur Tengah selalu menghadapi suhu panas ekstrem, kelangkaan air, dan kerawanan pangan.
Di saat bersamaan, saat ini masyarakat di kawasan tersebut juga menderita dampak iklim yang parah, mulai dari kekeringan hingga banjir besar.
“Untuk menyelamatkan kawasan, kita harus menempatkan adaptasi sebagai prioritas utama dalam agenda iklim,” ucap Jaber.
Adaptasi yang dia maksud mencakup investasi dalam upaya-upaya beradaptasi terhadap perubahan iklim seperti sistem peringatan dini, sistem pangan, dan hasil panen.
Baca juga: Presiden COP28: Dunia Kehilangan Kesempatan Capai Tujuan Perubahan Iklim
Jaber juga mengatakan bahwa pihak donor harus melipatgandakan pendanaan adaptasi dan mengisi kembali dana iklim hijau.
COP merupakan agenda iklim tingkat tinggi yang digelar saban tahun dengan tuan rumah yang berbeda-beda setiap pelaksanaannya.
Agenda ini dipandang sebagai salah satu peluang penting bagi negara-negara di dunia untuk mempercepat tindakan membatasi pemanasan global.
Menurut sejumlah laporan, kebijakan yang diambil dunia saat ini masih belum cukup untuk mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius sesuai Perjanjian Paris 2015.
Baca juga: Menuju COP28, Menanti KTT Iklim yang Ambisius
Di satu sisi, penunjukkan Jaber, yang merupakan bos BUMN minyak UEA, ADNOC, sebagai Presiden COP28 dianggap merupakan pilihan yang kontroversial.
UEA juga merupakan anggota organisasi pengekspor minyak atau OPEC, sekaligus salah satu pemain utama eksportir minyak bumi.
Sebelumnya, Jaber menyerukan agar COP28 tahun ini dijadikan sebagai tempat pertemuan semua pemangku kepentingan, termasuk industri bahan bakar fosil.
“Kami telah mengadakan 27 COP, dan Anda mungkin akan terkejut mengetahui bahwa 17 di antaranya diselenggarakan di negara-negara penghasil bahan bakar fosil,” kata Jaber pada Minggu.
“Faktanya adalah, energi merupakan hal mendasar bagi semua orang, di mana pun,” ungkapnya.
Baca juga: Pendidikan Lingkungan Hidup Penting Jadi Dasar Upaya Perlawanan Perubahan Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya