KOMPAS.com - Pemerintah didesak segera menginisiasi gerakan hemat air kepada masyarakat sebagai upaya jangka pendek mengatasi permasalahan krisis air bersih di berbagai daerah di Indonesia.
Hal tersebut disampaika pakar lingkungan hidup dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Suprihatin, sebagaimana dilansir Antara, Sabtu (7/9/2023).
"Perlu adanya gerakan hemat air di berbagai aspek kehidupan," kata Suprihatin.
Baca juga: Gandeng “Stake Holder”, HM Sampoerna Gelar Forum Diskusi Wujudkan Tata Kelola Air Berkelanjutan
Menurut Suprihatin, gerakan hemat air menjadi solusi jangka pendek mengingat kondisi berbagai sumber air baku, seperti danau, air tanah, dan mata air, mulai berkurang kemampuan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Gerakan itu harus dilakukan hingga level terbawah di pemerintahan agar efektif dan semangatnya sampai lingkungan rumah tangga.
Sedangkan untuk solusi jangka panjang, perlu dilakukan konservasi berbagai sumber air, seperti dengan penghijauan dan resapan air hujan, serta penanganan perubahan iklim global.
"Pengembangan dan penerapan teknologi pengolahan dan daur ulang air juga menjadi aspek yang harus dilakukan," kata Suprihatin.
Baca juga: Danone dan Mitra Gelar Program Pahlawan Cilik Bijak Air
Suprihatin menyampaikan, dampak krisis air bersih akan meluas jika musim kemarau berlangsung secara berkepanjangan.
Krisis air pasti akan berdampak kepada kehidupan seperti memasak makanan, minum, keperluan sanitasi dan domestik lainnya.
Lebih jauh lagi, krisis air akan menyebabkan kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, serta menguras pasokan air untuk pertanian yang dapat berakibat krisis pangan.
"Ancaman krisis air tidak dapat diatasi secara instan, tetapi harusnya diantisipasi jauh-jauh hari," ujar Suprihatin.
Baca juga: Apakah Air Kemasan Galon Polikarbonat Aman?
"Jadi harus sistematik dan berkesinambungan untuk menjadi keberlanjutan sumber air," sambungnya.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indeks El Nino yang menjadi penyebab kemarau panjang saat ini pada nilai +1.504.
Kondisi El Nino yang masuk dalam kategori moderat tersebut, diprediksi bertahan hingga awal 2024.
“Superposisi fenomena El Nino dan IOD (+) menyebabkan pertumbuhan hujan di wilayah Indonesia menjadi lebih sedikit dari normalnya, yang berkaitan dengan kondisi curah hujan rendah sebagai penyebab kekeringan di Indonesia,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Progam Air Sehat dan Berkualitas Hadir di SMAN 1 Bintan Timur
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya