Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masifnya Tambang Nikel di Sulawesi Picu Deforestasi dan Dampak Lingkungan

Kompas.com - 10/10/2023, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Dia mencohtohkan dua peraturan yakni pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020 dan pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Menurut Hayaa, sapaan akrabnya, peraturan tersebut semakin memperkuat arah politik pertambangan dan tata kelola pertambangan yang berpijak pada kemudahan investasi bagi korporasi, namun mengabaikan lingkungan serta hak masyarakat terdampak.

Satya Bumi bersama Aliansi Walhi Sulawesi mengusulkan perlunya reformasi kebijakan tata kelola pertambangan yang berkelanjutan dan berbasis pada hak asasi manusia.

Baca juga: Pidato Jokowi tentang Hilirisasi Nikel, Walhi: Tak Peduli Krisis Iklim

Satya Bumi dan Aliansi Walhi Sulawesi juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk melakukan moratorium penerbitan izin-izin tambang mineral kritis di Sulawesi.

Mereka juga meminta, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk meninjau ulang izin-izin tambang nikel di Sulawesi, khususnya yang mencemari lingkungan dan berkonflik dengan masyarakat.

Koordinator Pengembangan Investasi dan Kerjasama Minerba Ditjen Minerba Kementerian ESDM Dedi Supriyanto mengakui, pemerintah harus melakukan sejumlah perbaikan dalam tata kelola pertambangan.

Perbaikan tata kelola itu dilakukan terutama dengan semakin masifnya ekspansi tambang nikel untuk pengembangan ekosistem kendaraan listrik.

Baca juga: Dukung Kebutuhan Nikel untuk Baterai Kendaraan Listrik, MMP Bangun Smelter dengan Jejak Karbon Rendah

Namun, ujar Dedi, hal tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM semata, melainkan juga lintas kementerian atau lembaga yang terkait.

Dedi menuturkan, sesuai amanat UU Pasal 33 ayat (3), sumber daya alam benar-benar harus dimanfaatkan dan dipergunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat.

"Jadi penting untuk mengedepankan community engagement untuk menciptakan kepercayaan publik," ujar Dedi.

"Sebagai contoh, tambang di Australia, kalau mereka mau menambang di suatu wilayah itu, harus ada izin dulu dari suku Aborigin. Kalau di Indonesia, ada banyak suku adat. Jadi memang harus ada perbaikan regulasi ke arah sana, mengutamakan kepentingan masyarakat," sambungnya.

Baca juga: Walhi: PLTU Captive di Smelter Nikel Jadi Ironi Transisi Energi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com