KOMPAS.com - Penyakit tuberkulosis (TBC) dapat menjadi salah satu penyebab anak terkena stunting.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, berbagai penyakit menular seperti TBC masih menghantui anak-anak.
Apabila anak terkena TBC, maka nutrisi dari makanan yang diserap tubuh menjadi tergerus sehingga berpotensi menjadi stunting.
Baca juga: Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Penting Cegah Stunting
"TBC juga penyakit-penyakit yang menular masih mewarnai (kehidupan anak-anak kita), hingga membuat tergerusnya status nutrisi dan penyebab stunting," kata Hasto Wardoyo saat dihubungi Antara, Senin (9/10/2023).
Hasto menyoroti, salah satu pemicu TBC yang menyebabkan anak-anak terkena stunting adalah rumah yang tidak layak huni.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh BKKBN, jumlah anak usia dini di Indonesia yang tinggal di rumah tidak layak huni ada sebanyak 57,91 persen.
Ciri-ciri rumah tidak layak huni adalah atap terbuat dari asbes, jendela rumah tidak lebih dari 10 persen luas bangunan rumah, dan lantai yang tidak dikeramik.
Baca juga: Sisa 1 Tahun Capai Target Prevalensi Stunting 14 Persen
Atap yang terbuat dari asbes lebih rentan rontok dari seng, sehingga serpihan kecil bisa terhirup masuk ke saluran napas anggota keluarga.
Penyebab lain anak terkena stunting adalah tidak optimalnya pemberian ASI eksklusif dan makanan tambahan yang mengandung protein hewani, terutama pada masa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
Hasto menyoroti pada masa kini, seharusnya orangtua dapat mempelajari varian makanan bagi anak-anak
"Kami meminta dukungan dari rekan-rekan semua supaya ASI eksklusif bisa mencapai 70 persen," ujarnya.
Baca juga: Anak Stunting Tetap Perlu Distimulasi Agar Otaknya Berkembang
Hasto menyatakan, saat ini pemerintah sedang berupaya menangani permasalahan stunting dengan memberikan intervensi baik secara spesifik maupun sensitif.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Indonesia pada 2022 tercatat 21,6 persen.
Di satu sisi, pemerintah menargetkan prevalensi stunting menyentuh 14 persen pada 2024. Kini tersisa satu tahun lagi untuk mencapai target tersebut.
Baca juga: Hapuskan Stunting di Babel, Intervensi Gizi Balita Digencarkan
Dia berharap setiap pihak tetap menjaga sinergi dan kolaborasi sehingga prevalensi stunting bisa turun secara signifikan sekitar 3,8 persen pada tahun ini.
"Mudah mudahan hasil SSGI tahun 2023 akhir ini mencapai 18 persen atau 17,8 persen. Untuk balita 21,6 persen, tetapi untuk baduta yaitu 17,9 persen sehingga ada harapan," tutur Hasto.
"Semua yang masih di atas 10 persen masih punya tugas untuk kita supaya bisa menurunkan stunting dengan sebaik baiknya," sambungnya.
Baca juga: Ibu Hamil yang Anemia Pengaruhi Kecerdasan Bayi Hingga Stunting
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya