KOMPAS.com - Emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari proses produksi baterai nikel lebih tinggi bila dibandingkan baterai lithium ferro-phosphate (LFP).
Temuan tersebut mengemuka dalam laporan terbaru Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA) berjudul Global EV Outlook 2024.
IEA mengukur emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari proses produksi baterai nikel dan LFP mencakup penambangan bahan mineral mentah, pengolahan mineral, produksi anoda dan katoda, pembuatan baterai, serta lainnya.
Baca juga: Kuartal I-2024 Profitabilitas Tinggi, PGE Aktif dalam Skema Perdagangan Karbon
Dalam studi tersebut, produksi baterai nikel kadar tinggi, khususnya nickel manganese cobalt (NMC), mengeluarkan 101,5 kilogram karbon dioksida ekuivalen per kilowatt-jam (kWh).
Rinciannya adalah 3,3 kilogram karbon dioksida ekuivalen untuk penambangan, 55,2 karbon dioksida ekuivalen untuk pengolahan, 25,6 karbon dioksida ekuivalen untuk produksi anoda dan katoda, 15,8 karbon dioksida ekuivalen untuk pembuatan baterai, dan 1,6 karbon dioksida ekuivalen untuk lainnya.
Sementara itu, produksi baterai LFP mengeluarkan 69,1 kilogram karbon dioksida ekuivalen per kWh-nya.
Rinciannya adalah 2,0 kilogram karbon dioksida ekuivalen untuk penambangan, 23,5 kilogram karbon dioksida ekuivalen pengolahan, 9,8 kilogram karbon dioksida ekuivalen untuk produksi anoda dan katoda, 31,8 kilogram karbon dioksida ekuivalen untuk pembuatan baterai, dan 2,0 kilogram karbon dioksida ekuivalen untuk lainnya.
Baca juga: Hadapi Aturan Baru Eropa, Kementerian ESDM Genjot Bahan Bakar Rendah Karbon
"Emisi per kWh baterai LFP sekitar sepertiga lebih rendah dibandingkan baterai NMC," tulis IEA dalam laporan tersebut.
IEA menyebutkan, sumber emisi utama dari proses produksi baterai berasal dari pemrosesan mineralnya, baik untuk nikel maupun LFP.
Oleh karena itu, IEA merekomendasikan agar pengurangan emisi karbon dari produksi baterai difokuskan dalam pemrosesan mineral.
Baca juga: Sri Mulyani Bahas Peluang Dagang Karbon dengan Eropa
Penggunaan energi listrik rendah karbon juga dapat mendukung dekarbonisasi produksi baterai.
Emisi terkait listrik saat ini menyumbang sekitar 20 persen dari total emisi siklus hidup baterai nikel dan 25 persen dari total emisi siklus hidup LFP.
Strategi penting lainnya untuk mengurangi emisi terkait baterai adalah meningkatkan densitas energi, mengurangi intensitas bahan baterai, dan melakukan daur ulang.
Baca juga: Hari Bumi, Menparekraf Ajak Wisatawan Reduksi Karbon Saat Berwisata
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya