KOMPAS.com – Emisi metana perlu dipangkas secepatnya guna mencegah kematian dini hampir 1 juta orang pada 2050.
Desakan tersebut disampaikan oleh badan energi internasional, International Energy Agency (IEA), dalam laporan terbarunya, Rabu (11/10/2023).
Metana adalah salah satu gas rumah kaca (GRK) yang sangat kuat. Gas ini 84 kali lebih ampuh dalam memerangkap panas daripada karbon dioksia dalam periode lebih dari 20 tahun.
Baca juga: Gunungan Sampah di Belitung Terbakar karena Metana, Wabup: Masih Terkendali
Saat ini, metana berkontribusi sekitar 3 persen dari kenaikan suhu Bumi setelah Revolusi Industri pada abad ke-18, sebagaimana dilansir Earth.org.
Di sisi lain, emisi metana global terus meningkat. Setiap tahunnya, metana meningkat 14 parts per billion pada 2022.
Hal tersebut membuat metana menjadi GRK dengan peningkatan tahunan terbesar keempat yang tercatat sejak pengukuran dimulai pada 1983.
Tingkat metana di atmosfer juga terbukti 162 persen lebih tinggi dibandingkan sebelum masa Revolusi Industri, situasi yang membuat para ilmuwan gelisah.
Baca juga: Bukan Pertanian, Ini Penghasil Terbesar Metana dari Sumber Alami
Selain dari pembakaran bahan bakar fosil, emisi metana yang lepas ke atmosfer paling banyak berasal dari agrikultur dan sampah, masing-masing berkontribusi 40 persen dan 20 persen menurut Global Methane Assessment (GMA).
Agar suhu Bumi tidak naik 1,5 derajat celsius, metana perlu dipangkas 30 persen pada 2030 dari tingkat 2020.
Akan tetapi, menurut penghitungan IEA, berbagai aktivitas manusia saat ini diprediksi justru membuat metana naik 13 persen pada 2030 bila dibandingkan 2020.
Baca juga: TPA Belitung Sudah 4 Hari Terbakar, Diduga Ada Kandungan Metana
Dalam laporan terbarunya, IEA mendesak agar negara-negara bersatu mengurangi metana jika dunia ingin mencegah hampir satu juta kematian dini karena paparan ozon.
Selain mencegah kematian dini hampir satu juta orang, penurunan metana juga dibutuhkan untuk memenuhi target Perjanjian Paris yakni mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius.
Pemangkasan metana yang drastis dan secepatnya juga akan menghindari sekitar 90 juta metrik ton kerugian panen dan sekitar 85 miliar jam kerja yang hilang akibat paparan panas ekstrem.
Hal tersebut akan menghasilkan sekitar 260 miliar dollar AS manfaat ekonomi langsung hingga pertengahan abad ini, kata IEA.
Baca juga: Metana, Si Gas Rumah Kaca yang Ternyata Bisa Jadi Energi Terbarukan
“Mengurangi emisi metana dari sektor energi adalah salah satu peluang terbaik, dan paling terjangkau, untuk membatasi pemanasan global dalam waktu dekat,” kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol.
“Tindakan awal yang dilakukan pemerintah dan industri untuk menurunkan emisi metana harus berjalan seiring dengan pengurangan permintaan bahan bakar fosil dan emisi karbon dioksida,” sambungnya.
Mengurangi pembakaran bahan bakar fosil saja tidak akan cukup untuk mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius.
IEA berpendapat, perlu tindakan lain yang harus diambil, termasuk penghapusan venting dan flaring dalam industri migas serta mencegah kebocoran.
Venting adalah pelepasan gas-gas hidrokarbon yang disengaja dan bersifat kontinyu atau tidak menerus yang dihasilkan dari kegiatan operasi migas.
Baca juga: Sumur Bor Keluarkan Gas Metana di Purworejo, ESDM: Tidak Berbahaya
Sedangkan flaring adalah pembakaran gas yang keluar sebelum memasuki atmosfer dari sistem operasional migas.
Sementara kebocoran metana berasal dari pelepasan gas yang tidak disengaja dan tidak disengaja.
Kebocoran kemungkinan besar terjadi pada peralatan dan fasilitas yang sudah tua dan kurang dirawat secara rutin dan tepat.
Direktur Eksekutif United Nations Environment Programme (UNEP) Inger Andersen mengatakan, mengurangi metana tidak berarti lepas tanggung jawab untuk mewujudkan transisi energi yang adil.
“Namun mengurangi gas metana adalah hal yang mudah untuk dilakukan, sementara kita berupaya melakukan dekarbonisasi ekonomi secara keseluruhan dan mendukung masyarakat kita untuk membangun ketahanan yang lebih besar,” kata Andersen.
Baca juga: Sumur Bor yang Keluarkan Gas Berapi di Purworejo Berjenis Metana, Dapat Dimanfaatkan Jadi Kompor Gas
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya