Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Greenpeace Anggap Aturan Surya Atap Hambat Perkembangan EBT

Kompas.com, 18 Oktober 2023, 08:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia berkomitmen melakukan transisi energi sebagai salah satu upaya menurunkan emisi dari sektor energi.

Namun, menurut Greenpeace Indonesia, sejumlah kebijakan yang dikeluarkan bertolak belakang dengan komitmen tersebut.

Salah satunya revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 26 Tahun 2021 yang mengatur tentang pemasangan surya atap.

Revisi tersebut mengakomodasi memo internal PLN yang membatasi kapasitas pemasangan surya atap hanya 10-15 persen dari kapasitas terpasang.

Aturan ini dianggap menghambat pengembangan energi terbarukan dalam rencana ketenagalistrikan khususnya energi surya.

Baca juga: AESI Desak Revisi Permen PLTS Atap Segera Disahkan, Ini Tujuannya

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hadi Priyanto mengatakan, jika pemerintah berkomitmen melakukan transisi energi, seharusnya PLN menjalankan aturan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian ESDM.

"Tetapi apa yang kita lihat hari ini, PLN jadi lebih berkuasa dan tidak patuh pada kebijakan yang lebih tinggi,” ucap Hadi, Selasa (17/10/2023).

Hadi menegaskan, transisi energi tidak akan bisa berjalan, energi surya akan tidak kompetitif harganya, jika dari tiap lembaga negara tidak memiliki kemauan yang serius untuk bertransisi melalui payung hukum yang mereka ciptakan.

Padahal, Indonesia sebagai negara dengan skala geografis yang cukup besar memiliki berbagai macam potensi energi terbarukan yang belum dimanfaatkan secara optimal.

Dengan matahari yang bersinar sepanjang tahun, Indonesia memiliki potensi 3.295 GW energi surya yang bisa mencukupi kebutuhan energi seluruh negeri. Koalisi mendesak keseriusan pemerintah dalam implementasi transisi energi.

Baca juga: Revisi Permen PLTS Atap Berpotensi Dorong Masyarakat Keluar dari Jaringan PLN

Gelombang investasi yang besar juga harus dibarengi dengan payung hukum dan kemauan politik untuk melepas ketergantungan pada jebakan energi batubara.

Survei Greenpeace pada tahun 2020 melaporkan, lebih dari 80 persen warga Jakarta ingin memasang panel surya di rumahnya.

Tingginya keinginan masyarakat yang ingin memasang panel surya, harusnya bisa menjadi landasan bagi pemerintah agar membuat payung hukum yang lebih serius untuk mendukung penerapan energi terbarukan di masyarakat.

Perwakilan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Yohanes Sumaryo menambahkan, salah satu daya tarik dalam memasang PLTS atap adalah ketentuan net metering. Namun pemerintah mewacanakan untuk menghapus ketentuan net metering ini pada revisi Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tersebut.

Menurutnya, net metering itu bentuk insentif pemerintah agar masyarakat umum tertarik memasang PLTS atap yang harganya relatif masih mahal dibanding biaya langganan listrik PLN.

Baca juga: Dukung “Jabar Smile”, SUN Energy dan PLN Jabar Kolaborasi Tingkatkan Pemanfaatan PLTS Atap

Dengan net metering, koefisien perbandingan ekspor-impor menjadi 1:1 maka tingkat pengembalian modal atau payback period pemasangan PLTS atap bisa berkisar antara 4-5 tahun.

Lebih lanjut Yohanes menjelaskan ketiadaan net metering akan menyurutkan minat calon pelanggan untuk memasang PLTS atap.

Dengan revisi Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 di mana ekspor listrik ke grid PLN ditiadakan, masyarakat yang ingin memasang PLTS atap terpaksa harus membeli baterai penyimpan energi.

Harganya cukup mahal dan membuat tingkat pengembalian modal lebih lama, menjadi 9-10 tahun.

"Ini menyebabkan banyak orang yang mengurungkan niatnya memasang PLTS atap,” ucap Yohanes.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Pemerintah
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
LSM/Figur
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Swasta
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Pemerintah
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
LSM/Figur
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
LSM/Figur
Laut Kunci Atasi Krisis Pangan Dunia, tapi Indonesia Tak Serius Menjaga
Laut Kunci Atasi Krisis Pangan Dunia, tapi Indonesia Tak Serius Menjaga
LSM/Figur
Konsumen Gandrungi Kendaraan Listrik, Penjualan Baterai EV Naik 9 Kali Lipat
Konsumen Gandrungi Kendaraan Listrik, Penjualan Baterai EV Naik 9 Kali Lipat
LSM/Figur
Indef: Ambisi B50 Sejalan dengan Transisi Energi, tapi Butuh Stabilitas Pendanaan
Indef: Ambisi B50 Sejalan dengan Transisi Energi, tapi Butuh Stabilitas Pendanaan
LSM/Figur
Ethiopia Jadi Tuan Rumah COP32, COP31 Masih Jadi Rebutan Australia dan Turki
Ethiopia Jadi Tuan Rumah COP32, COP31 Masih Jadi Rebutan Australia dan Turki
Pemerintah
RI Jadikan Sektor FOLU Pilar Pasar Karbon Internasional Dalam COP30
RI Jadikan Sektor FOLU Pilar Pasar Karbon Internasional Dalam COP30
Pemerintah
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
LSM/Figur
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau