KOMPAS.com - Kasus gizi buruk yang terjadi di Indonesia berpengaruh terhadap kenaikan jumlah penderita anemia sehingga berakibat pada pertumbuhan dan produktivitas anak yang tidak optimal.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Maria Endang Sumiwi di Jakarta, Selasa (17/10/2023).
Maria menuturkan, salah satu masalah gizi di Indonesia adalah kekurangan gizi mikro, seperti mineral dan vitamin.
Baca juga: Ibu Hamil yang Anemia Pengaruhi Kecerdasan Bayi Hingga Stunting
"Inilah yang membuat angka penderita anemia tinggi karena sel darah merah dibentuk oleh berbagai zat makanan, termasuk gizi mikro," kata Maria, sebagaimana dilansir Antara.
Menurut hasil survei pada 2018, satu dari empat anak berusia lima sampai 14 tahun mengalami anemia. Sedangkan satu dari tiga anak berusia 15 sampai 24 tahun menderita anemia.
Dengan kondisi yang demikian, status anemia di Indonesia berada di atas 20 persen sehingga membutuhkan intervensi.
Salah satu upaya intervensinya adalah pemberian tablet tambah darah yang harus diminum minimal sepekansekali. Tablet tambah darah ini diberikan dalam setiap penyuluhan.
Baca juga: Perempuan Remaja Diajak Atasi Anemia untuk Cegah Stunting
Pemberian tablet itu perlu sebab sel darah merah bertugas membawa zat gizi ke seluruh sel-sel tubuh.
Pasalnya, kekurangan sel darah merah akan menyebabkan individu kekurangan gizi dan berakibat pada pertumbuhan yang tidak optimal atau stunting.
Intervensi dalam bentuk pemberian tablet juga dirasa perlu sebab sel darah merah membawa oksigen yang mempengaruhi kinerja otak.
Sehingga, kekurangan sel darah merah tentu menurunkan produktivitas otak yang terlihat lewat penurunan konsentrasi dan daya tahan tubuh anak.
Baca juga: Waspada, Perempuan Anemia Berisiko Tinggi Lahirkan Bayi Stunting
Selain kekurangan gizi mikro, Maria menyebutkan kurang gizi atau gizi buruk dan kelebihan gizi atau kegemukan menjadi dua masalah lain seputar gizi yang dihadapi Indonesia saat ini.
"Kelebihan gizi ini juga terjadi karena masyarakat hari ini, termasuk anak dan remaja lebih banyak melakukan aktivitas yang sifatnya sedentary (tidak banyak bergerak) seperti duduk, menonton, ataupun tiduran," ujar Maria.
Oleh karena itu, dia mengapresiasi adanya sinergi dan kolaborasi dari berbagai pihak termasuk lembaga atau komunitas dakwah untuk mengintervensi percepatan penurunan prevalensi stunting di Indonesia.
Baca juga: Cegah Anemia, Ini Cara Meningkatkan Penyerapan Zat Besi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya