Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/10/2023, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengungkapkan, perusahaan membutuhkan total investasi 155 miliar dollar AS (sekitar Rp 2.450 triliun) guna mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) untuk 17 tahun ke depan, mulai 2023 hingga 2040.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Manajemen Resiko PT PLN Suroso Isnandar dalam konferensi pers Hari Listrik Nasional ke-78 Enlit Asia 2023 di Jakarta, Rabu (18/10/2023).

Suroso menyampaikan, uang sebanyak itu akan dipakai untuk beberapa hal yakni membangun pembangkit listrik baru, meningkatkan kapasitas transmisi dan distribusi, dan mengembangkan smart grid.

Baca juga: Satu Dekade Belt and Road Initiative, Indonesia-China Perlu Pertegas Komitmen Pengembangan EBT

Strategi tersebut sesuai dengan rancangan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2023-2040 yang mendorong pengembangan EBT.

PT PLN sudah memiliki beberapa proyek yakni pembangunan 35.000 megawatt (MW) pembangkit listrik berbasis EBT.

PLN akan mengandalkan berbagai sumber pendanaan untuk membiayai investasi tersebut, termasuk dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pinjaman dari lembaga keuangan internasional, dan investasi dari swasta.

“Terbaru PLN sudah (meneken) MoU dengan China dalam pengembangan smart grid dengan nilai valuasi kerjasama 54 miliar dollar AS,” kata Suroso, sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: Greenpeace Anggap Aturan Surya Atap Hambat Perkembangan EBT

Dia berharap, kolaborasi tersebut dapat mengakselerasi skenario transisi energi pemerintah dengan target 75 persen penambahan kapasitas pembangkit EBT dan 25 persen dari gas alam pada 2040.

PLTS jadi prioritas

Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan pengembangan PLTS akan menjadi fokus dalam transisi energi di Indonesia.

Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari menuturkan, pembangunan PLTS dimaksimalkan karena paling mudah.

Selain itu, ongkosnya juga lebih rendah dibandingkan pembangkit listrik berbasis EBTyang lainnya.

Baca juga: Pemerintah Target Indonesia Punya 700 GW Pembangkit EBT

Berdasarkan perhitungan ahli ketenagalistrikan, pembangunan PLTS sangat cepat, jarang yang memakan waktu lama hingga tiga tahun.

Sedangkan untuk pembangkit listrik lain seperti PLTA atau pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) membutuhkan waktu paling lama yakni 10 tahun sampai bisa berproduksi mengalirkan listrik.

Berdasarkan data realisasi kapasitas terpasang EBT di wilayah pengusahaan PLN, sampai dengan semester pertama 2023, pembangunan PLTS sudah mencapai sebesar 91,36 persen dari sebelumnya 89,87 persen 2022.

PLTS terapung Cirata di Purwakarta, Jawa Barat, menjadi salah satu dari tiga pembangunan PLTS terbesar yang dilakukan oleh pemerintah dua tahun terakhir.

Baca juga: Pemerintah Optimistis Capai NZE Sebelum 2060, EBT Jadi Andalan

PLTS terapung Cirata merupakan kolaborasi antara subholding PLN Nusantara Power dengan perusahaan energi asal Uni Emirat Arab (UEA).

PLTS tersebut akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas daya terpasang sebesar 192 megawatt peak (MWp).

Meski demikian, ujar Ida, pemerintah membutuhkan dukungan dan kerja sama dari lembaga swasta serta masyarakat untuk melaksanakan upaya transisi energi hijau yang tidak hanya dari pembangunan PLTS saja.

Pasalnya, Kementerian ESDM mencatat secara keseluruhan persentase bauran ETB nasional baru mencapai 12,13 persen, sementara target nasional mesti mencapai 23 persen pada 2025.

“Semua harus terlibat aktif dalam kegiatan promosi, mencari investor sehingga target EBT bisa tercapai dalam dua tahun ini,” kata dia.

Baca juga: PLTU Batu Bara Ditinggal, Penambahan Pembangkit Listrik Fokus ke EBT

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com