Slow fashion mengutamakan penggunaan bahan berkelanjutan dan proses produksi ramah lingkungan untuk mengurangi jejak karbon dan limbah.
Daripada memproduksi pakaian sekali pakai berkualitas rendah dalam jumlah besar, slow fashion berfokus pada menciptakan lebih sedikit barang berkualitas tinggi yang bertahan lebih lama.
Slow fashion memastikan upah yang adil, kondisi kerja yang aman, dan perlakuan yang layak terhadap pekerja di seluruh rantai pasokannya.
Merek yang mendukung slow fashion sering kali memberikan informasi tentang di mana dan bagaimana produk mereka dibuat, sehingga konsumen dapat membuat pilihan yang tepat.
Desain slow fashion cenderung klasik dan serbaguna dibandingkan desain trendi dan mengikuti perkembangan zaman. Artinya, pakaian dari slow fashion tetap relevan dan dapat dipakai selama beberapa musim atau bahkan bertahun-tahun.
Konsumen didorong untuk lebih berhati-hati dalam membeli, mempertimbangkan umur suatu barang, dan dampaknya terhadap lingkungan sebelum membeli.
Daripada membuang pakaian rusak atau lama, penekanannya adalah memperbaiki, mendesain ulang, atau mendaur ulang pakaian tersebut untuk memperpanjang masa pakainya.
Slow fashion sering kali mempromosikan pengrajin dan produksi lokal untuk mengurangi emisi transportasi dan untuk mendukung perekonomian lokal.
Slow fashion mendorong konsumen untuk membeli lebih sedikit barang, memilih kualitas daripada kuantitas, dan menganggap pembelian sebagai investasi jangka panjang.
Baca juga: Mengintip 4 Tren Fesyen di Paris Fashion Week 2023
Gerakan slow fashion bertujuan untuk mempromosikan keadilan sosial dan lingkungan di industri fashion.
Hal ini supaya menyebarkan kesadaran tentang dampak negatif dari kelebihan produksi dan konsumsi berlebihan dalam fast fashion.
Slow fashion mendorong perusahaan atau merek fesyen untuk mengevaluasi kembali praktik produksi mereka guna meminimalkan limbah dan bahkan mungkin menghentikan penggunaan bahan kimia berbahaya.
Gerakan slow fashion juga menegaskan kembali perlunya menghentikan produksi berlebih dengan meminta perusahaan atau merek hanya membuat pakaian berdasarkan pesanan di muka.
Jika hal itu tidak memungkinkan, setidaknya mereka harus meminimalkan jumlah produksi mereka.
Gerakan ini juga ingin memastikan bahwa karyawan atau pekerja memiliki kondisi kerja yang sehat dan menerima upah yang layak.
Baca juga: Rancangan Fashion Tanpa Batasan Gender ala Harry Halim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya