Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suhu Bumi Akan Naik 2 Derajat Celsius Tahun 2050, Bahaya Besar Mengintai Manusia

Kompas.com - 04/11/2023, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Dalam studi terbaru bersama timnya, ilmuwan iklim ternama James Hansen memperkirakan suhu Bumi akan memanas dengan sangat cepat dalam beberapa dekade mendatang.

Bahkan pada 2050, suhu Bumi diperkirakan akan naik 2 derajat celsius dibandingkan temperatur rata-rata sebelum Revolusi Industri.

Perkiraan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan prediksi kelompk ilmiah lain seperti Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).

Baca juga: Pemanasan Global Akan Capai Ambang 1,5 Derajat Celsius Dekade Ini

Menurut studi terbaru Hansen yang diterbitkan di jurnal Oxford Open Climate Change pada Kamis (2/11/2023) tersebut, tingginya laju pemanasan global disebabkan oleh berberapa hal.

Contohnya adalah perkiraan yang terlalu rendah mengenai dampak gas rumah kaca (GRK) terhadap atmosfer, serta dampak aerosol yang ternyata cukup berperan memantulkan sinar matahari.

Menurut IPCC dan sejumlah ahli lain, aerosol membuat suhu bumi meningkat karena menimbulkan efek rumah kaca, sebagaimana dilansir USA Today.

Akan tetapi, Hansen menuturkan dalam penelitian terbarunya bahwa aerosol ternyata juga berperan memantulkan sinar matahari. Sederhananya, aerosol memiliki dua sisi mata pisau.

Secara khusus, Hansen mengatakan kepada USA Today bahwa poin utama penelitian ini adalah bahwa iklim Bumi ternyata jauh lebih sensitif terhadap GRK dan polusi udara daripada yang disadari oleh IPCC dan ilmuwan iklim lainnya.

Baca juga: Pemanasan Global Makin Parah, 216 Juta Orang Berpotensi Jadi Migran Iklim

Dampak mengerikan

Menurut NASA, kenaikan suhu global sebesar 2 derajat celsius merupakan ambang batas kritis.

Jika suhu Bumi melampaui ambang batas tersebut, dunia akan merasakan berbagai dampak berbahaya yang tidak bisa dikembalikan secara normal lagi.

NASA mengatakan, jika suhu Bumi naik 2 derajat celsius, lebih dari 70 persen garis pantai di seluruh dunia akan mengalami kenaikan permukaan air laut lebih dari 20 sentimeter (cm).

Peristiwa tersebut akan meningkatkan banjir pesisir, erosi pantai, salinisasi pasokan air, dan dampak lainnya terhadap manusia dan sistem ekologi.

“Kita harus menghindari pemanasan global sebesar 2 derajat celsius, yang jika tidak, maka akan mengakibatkan hilangnya kota-kota pesisir kita menjelang akhir abad ini,” kata Hansen kepada USA Today.

Baca juga: 10.000 Anak Penguin Kaisar Mati karena Es Laut Mencair, Pemanasan Global Jadi Biang Keladi

Dampak aerosol

Dengan menggunakan data paleoklimat yang lebih baik, studi baru Hansen  tersebut menemukan bahwa iklim bumi lebih sensitif dari yang diperkirakan terhadap emisi karbon dan aerosol.

Hansen dan timnya menyimpulkan, sebagian besar pemanasan pada abad yang lalu rupanya juga diimbangi oleh efek pendinginan dari aerosol buatan manusia.

Menurut penelitian tersebut, jumlah aerosol telah menurun sejak 2010 karena berkurangnya polusi udara di China dan pembatasan global terhadap emisi aerosol dari kapal.

“Pengurangan aerosol ini baik bagi kesehatan manusia, karena polusi udara partikulat membunuh beberapa juta orang per tahun dan memberikan dampak buruk terhadap kesehatan lebih banyak orang,” kata Hansen.

“Namun, pengurangan aerosol kini mulai mengungkap pemanasan GRK yang disembunyikan oleh pendinginan aerosol,” sambungnya.

Baca juga: Akibat Pemanasan Global, Kemampuan Fotosintesis Hutan Tropis Dapat Berkurang

Rekomendasi

Studi ini merekomendasikan tiga aksi yang dapat dilakukan umat manusia untuk menghindari kenaikan suhu global sebesar 2 derajat celsius.

Pertama, memajaki emisi GRK dengan harga yang mahal secara global disertai dengan pengembangan energi bersih yang optimal.

Kedua, penguatan kerja sama Timur-Barat sehingga mengakomodasi kebutuhan negara berkembang.

Ketiga, melakukan penelitian dan pengembangan untuk tindakan sementara guna mengatasi ketidakseimbangan energi yang sangat besar di dunia saat ini.

“Kita hidup di planet dengan iklim yang ditandai dengan respons yang tertunda, yang merupakan penyebab terjadinya ketidakadilan antargenerasi,” ucap Hansen.

“Kaum muda perlu memahami situasi dan tindakan yang diperlukan untuk menjamin masa depan yang cerah bagi diri mereka sendiri dan anak-anak mereka,” lanjutnya.

Baca juga: Pemanasan Global Bisa Mengancam Kesehatan Ginjal

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com