ATAMBUA, KOMPAS.com - Duduk menyamping di pangkuan pengasuhnya, Rivaldo do Carmo, sesekali tersenyum melihat sejumlah orang yang bertandang ke rumah neneknya Paulina do Santos Baros (75).
Bocah berusia tiga tahun itu memainkan jari jemarinya di bagian sandaran kursi plastik berwarna merah marun tempat dia duduk.
Dia menatap satu persatu orang di samping kanan dan kirinya, sambil melempar senyum. Ia tampak akrab dengan pengasuhnya Len Boru Djami Rada (50).
Mengenakan kaos biru muda bergambar mainan anak dan celana pendek abu-abu serta sandal jepit mungil, Rivaldo berlari kecil masuk ke dalam rumah yang ditempati bersama sang nenek.
Tak sampai dua detik, dia keluar dan langsung menuju pangkuan sang mama asuh. Keduanya tampak akrab. Sesekali Len membelai rambut dan mengelus kedua tangan dan kaki bocah itu.
Rivaldo adalah satu di antara ratusan anak lainnya di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang mendapat bantuan tambahan makanan dari Bank NTT Cabang Atambua. Dia masuk daftar anak dengan kategori stunting.
Baca juga: Bidan Jadi Pemeran Utama Percepatan Penurunan Stunting
Kondisi Rivaldo seperti itu bukan tanpa alasan. Ekonomi keluarganya sangat kekurangan. Dia selama ini tinggal dengan ibunya Anarosa da Crus dan neneknya Paulina do Santo Baros.
Sedangkan ayahnya Armindo do Carmo merantau ke Papua. Tiga bulan sekali, mereka menerima kiriman uang dari Armindo, mulai Rp 200.000 hingga Rp 300.000.
Uang tersebut tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sehingga Anarosa harus mencari tambahan penghasilan menjadi asisten rumah tangga (ART) di salah satu keluarga di Kota Atambua.
Meski begitu, penghasilan yang diperoleh hanya cukup untuk makan dan minum sehari-hari dengan menu nasi, sayur, dan mie instan. Untuk makan daging dan ikan, sebulan bisa dihitung dengan jari.
"Biasa tiap hari makan nasi dengan sayur. Kalau ikan atau daging jarang kami makan," kata Paulina, saat menerima kunjungan Kompas.com, dan Kepala Bank NTT Cabang Atambua Adrianus M Pontus, awal bulan November 2023.
Pemenuhan makan yang seadanya untuk Rivaldo, berdampak pada tumbuh kembangnya yang berujung stunting.
Paulina dan keluarganya hanya pasrah dengan kondisi itu. Hingga akhirnya mendapatkan bantuan makanan dari Bank NTT.
"Dulu waktu awal, dia kurus sekali dan kakinya penuh luka. Tapi setelah dapat bantuan makanan tambahan, sekarang dia makin gemuk," kata Len yang sehari-hari memberikan makanan untuk Rivaldo.
Baca juga: Cegah Stunting, Pemerintah Diminta Bentuk Satgasus Tangani Perkawinan Anak
Len merupakan pengasuh Rivaldo yang berasal dari Kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Belu.
Len bersama tiga orang pengasuh lainnya masing-masing Emi Belak (52) dan Doli (51), fokus meningkatkan gizi 18 anak stunting di Kelurahan Manumutin, Kecamatan Atambua.
Sejak Bank NTT memberikan bantuan makanan tambahan pada Bulan Desember 2022, Len bersama rekan-rekannya ikut terlibat menjadi kader Posyandu merawat anak-anak stunting. Mereka rutin memberikan makanan bergizi dan sehat.
Len menjelaskan, awalnya dirinya sempat takut melihat kondisi Rivaldo, karena badan kecil dan kepala membesar mata sayu dan menguning. Rivaldo masuk kategori gizi buruk.
"Begitu saya datang bawa makanan bergizi dia duduk tegang sambil saya suap dan dia makan lahap. Semua makanan dan buah dimakan. Susu juga diminum," cerita Len.
Setiap hari, pagi dan sore, Len rutin memberi makan dengan menu variatif, mulai ikan, daging, telur, sayur dan buah.
Berat badan Rivaldo saat itu hanya delapan kilogram. Setelah mendapat bantuan makanan tambahan, berat badannya kini menjadi 10,7 kilogram.
Tak hanya memberikan makanan, Len bahkan rutin membersihkan luka Rivaldo di kaki menggunakan sabun antiseptik hingga sembuh.
Baca juga: Stunting Harusnya Dicegah, Bukan Diobati
Rivaldo kini bisa seperti anak-anak lainnya. Gizinya pun telah terpenuhi. Selain Rivaldo, dari 18 anak yang dibantu, 16 di antaranya telah bebas dari stunting.
"Kalau yang dua anak itu masih stunting karena penyakit bawaan," kata Len.
Len dan Paulina berharap, bantuan dari Bank NTT ini bisa terus berlanjut, agar gizi anak-anak ini tetap terjaga.
"Jadi kami berterima kasih kepada bank NTT. Kami senang karena ada program ini dan kami dari mama asuh minta untuk dilanjutkan," kata Len.
"Terima kasih sudah bantu kami dan memberikan perhatian lebih buat anak kami dan kami berharap, bantuan ini tetap berlangsung terus," sambung Paulina.
Kepala Bank NTT Cabang Atambua, Adrianus M. Pontus, mengaku, inisiatif untuk membantu ratusan anak stunting di wilayah dilakukan spontanitas.
Di Kabupaten Belu kata Adrianus, ada 150 anak stunting yang mendapat bantuan dari Bank NTT.
Pada bulan Juli 2022 lalu, pihaknya mendapat dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) perusahaan untuk memberikan bantuan tambahan makanan bagi 200 anak stunting di Kabupaten Belu.
Saat itu, Bank NTT Atambua berkolaborasi dengan PKK Kabupaten Belu dan sejumlah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Namun, makanan tambahan yang diberikan itu hanya satu kali dalam sehari.
Tak hanya itu, dia juga menemukan ada beberapa tempat di Kota Atambua yang krusial.
"Kalau di desa-desa itu kurang. Di kota ini, satu Posyandu, ada belasan anak stunting," ujar Adrianus lagi.
Melihat itu, dia pun kembali ke kantor dan mengumpulkan semua stafnya. Mereka bersepakat membantu anak-anak stunting di Kota Atambua.
"Kami lihat ini yang paling gawat, khususnya anak-anak warga eks Timor Timur (Timtim)," ujar dia.
Mereka lalu mengumpulkan uang dari gaji masing-masing. Mulai dari sopir, petugas kebersihan, hingga dia sebagai pimpinan. Akhirnya terkumpul uang sebanyak Rp 50 juta.
Baca juga: Anak Stunting Perlu Diobati untuk Perkembangan Otak
Setelah itu, Adrianus berbicara langsung dengan Ketua PKK Kabupaten Belu soal pola makan untuk anak-anak stunting. Bantuan ini bukan hanya berupa makanan tambahan tapi memberikan makanan utama.
"Jadi kami fokus selama tiga bulan, mulai pagi, siang, malam, anak-anak diberi makanan bergizi. Karena dengan makanan tambahan, kita lihat tidak terlalu berdampak signifikan," kata dia.
Untuk lebih fokus, Adrianus bekerjasama dengan ibu-ibu PKK. Anggaran itu diberikan langsung kepada mereka untuk memasak makanan, termasuk juga setiap petugas PKK menangani setiap anak.
"Ibu-ibu PKK Kabupaten yang kelola dana itu dengan memasak dan tiap orang tangani serta kontrol setiap anak," kata Adrianus.
Selain itu, para pengurus PKK ini juga membuat laporan pertanggungjawaban pengelolaan program itu secara detail dan diserahkan ke Bank NTT.
"Intinya ini masalah sosial luar biasa dan kami berharap bantuan itu bisa bermanfaat buat anak-anak stunting," imbuhnya.
Direktur Utama Bank NTT Harry Alexander Riwu Kaho mengatakan, dalam tiga tahun terakhir ada 2.288 anak stunting yang mendapat bantuan tambahan makanan.
Ribuan anak itu tersebar di 21 kabupaten dan satu kota di NTT. Paling banyak di Kota Kupang 624 anak, kemudian Kabupaten Sikka 153 anak, Kabupaten Belu 150 anak, dan Kabupaten Ende dan Kabupaten Sumba Timur, masing-masing 100 anak. Sedangkan Kabupaten lainnya di bawah 100 anak.
Baca juga: Angka Stunting di NTT Turun 2,5 Persen
Bantuan makanan tambahan itu diberikan sejak tahun 2020 hingga Bulan Februari 2023, dengan total anggaran sebesar Rp 457,6 juta yang berasal dari urunan karyawan Bank NTT.
"Teman-teman merasa terpanggil, akhirnya setiap bulannya para karyawan menyisihkan uang antara Rp 200.000 sampai Rp 300.000 dan diakumulasikan untuk membantu kebutuhan makanan anak-anak balita dan baduta yang tergolong kurang gizi," kata Alexander.
Menurut Alexander, pemerintah daerah dan pusat, tidak harus bekerja sendiri menangani masalah stunting, sehingga butuh dukungan dari sejumlah pihak termasuk pihak perbankan.
Demikian halnya dengan Bank NTT sebagai Bank pembangunan daerah, tidak hanya membangun ekonomi dan sistem pembayaran, tetapi juga harus membangun manusia.
"Salah satu kontribusinya dengan segala daya dan upaya, kami berkolaborasi dengan tim penanganan stunting Provinsi dan Kabupaten serta Kota, ikut ambil bagian dalam upaya penanganan stunting,"kata Alexander.
Program bantuan ini akan terus dikerjakan sampai tahun-tahun berikutnya karena panggilan sosial dan komitmen untuk membangun NTT. Selain itu juga pihaknya akan menjadi orangtua asuh bagi anak-anak stunting.
Bantuan yang sudah diberikan kepada ribuan anak stunting pun berbuah manis, berupa perubahan signifikan.
Alexander berharap, model partisipasi seperti ini bisa menggerakkan kepedulian orang lain karena stunting ini cukup banyak di NTT.
Dia pun mengajak para pihak untuk bersama menuntaskan stunting, sehingga generasi masa depan NTT bisa berada pada standar hidup yang lebih sehat.
"Sebagai Dirut, saya juga sangat apresiasi dan bangga punya karyawan, walaupun di tengah kesibukan dan keterbatasan masih ada kepedulian dan berbagi pada anak-anak stunting," tuntasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya