KUPANG, KOMPAS.com - Angka stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dilaporkan turun sekitar 2,5 persen.
Informasi itu disampaikan Pelaksana Tugas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) NTT Elsa Pongtuluran, dalam kegiatan forum koordinasi jurnalis NTT yang digelar bersama BKKBN dan Tanoto Foundation di Kota Kupang, Sabtu (28/10/2023).
Elsa menyebut, turunnya angka stunting itu berdasarkan data elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat atau yang disebut e-PPGBM.
"Saat ini prevelensi angka stunting di NTT pada tahun 2023 yaitu sebesar 15,2 persen jika dibandingkan dengan prevalensi stunting pada tahun 2022 yaitu 17,7 Persen mengalami penurunan 2,5 persen atau berjumlah 63.804 balita stunting di NTT," ungkap Elsa.
Baca juga: Vale Bakal Luncurkan Program Intervensi Stunting di Tujuh Provinsi
Menurut Elsa, meski mengalami penurunan jumlah balita stunting, tetapi masih belum sesuai dengan target Pemerintah Provinsi NTT 2023 yaitu 12-10 persen.
Kondisi ini menjadi pekerjaan besar dan penting yang harus lakukan, termasuk juga bagaimana upaya untuk mencegah agar tidak lagi terjadi calon-calon stunting baru ke depan.
Terkait pencegahan ini, perlu dilakukan secara ketat melalui Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana).
Program Bangga Kencana itu, seorang ibu harus terhindar dari empat terlalu yaitu terlalu muda hamil dan melahirkan, terlalu tua hamil dan melahirkan, terlalu dekat jarak kehamilan dan terlalu sering hamil dan melahirkan
Elsa mengatakan, BKKBN diberi mandat oleh Presiden Jokowi sebagai koordinator percepatan penurunan stunting yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021.
Untuk dasaran percepatan penurunan stunting dicapai melalui pelaksanaan lima pilar dalam strategi nasional percepatan penurunan sunting sebagaimana tercantum dalam lampiran B tentang percepatan penurunan stunting dengan sasaran target salah satunya adalah Pilar ke-2 yaitu peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat.
Baca juga: Kementerian ESDM Minta Perusahaan Tambang Ikut Tangani Stunting
Karena itu, diperlukan komitmen kuat untuk percepatan penurunan stunting yang memerlukan keterlibatan dan kolaborasi semua sektor mulai dari pemerintah, swasta, perguruan tinggi, media massa, bahkan masyarakat sipil yang dikenal dengan sinergitas pentaheliks.
BKKBN memerlukan jembatan komunikasi atau perpanjangan tangan melalui peran media massa, baik cetak dan elektronik untuk mengkampanyekan penyebab stunting dan dampak stunting bagi masyarakat, dengan harapan agar adanya peningkatkan pengetahuan, kesadaran dan pemahaman yang mendorong perubahan perilaku pada masyarakat untuk mencegah stunting.
"Untuk mencapai perubahan perilaku ini BKKBN bekerjasama dengan Tanoto Foundation menyelenggarakan kegiatan Forum Koordinasi Jurnalis," kata dia.
Elsa pun berterimakasih dan apresiasi kepada Tanoto Foundation dengan segala programnya yang telah berkomitmen terhadap program percepatan penurunan stunting di Indonesia khususnya di Provinsi NTT.
Dia berharap, kegiatan ini tidak cukup sampai di sini saja tapi akan terus berlanjut demi masyarakat yang lebih maju, terutama bisa mewujudkan mimpi anak-anak NTT yang lebih berkualitas dan bebas dari stunting.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya