Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Noerolandra Dwi S
Surveior FKTP Kemenkes

Menyelesaikan pascasarjana FKM Unair program studi magister manajemen pelayanan kesehatan. Pernah menjadi ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban bidang pengendalian dan pencegahan penyakit. Sekarang menjadi dosen di Stikes NU di Tuban, dan menjalani peran sebagai surveior FKTP Kemenkes

Tantangan Layanan Primer di Pedesaan

Kompas.com - 20/11/2023, 17:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tentu karakteristik pedesaan seperti disebut di atas bersifat spesifik dan tidak selalu ditemukan. Hal ini terjadi karena kemajuan transportasi dan komunikasi yang terus berkembang. Kian beragamnya lapangan pekerjaan dan pendidikan.

Meski perkembangan sebuah keniscayaan, namun kondisi sosial budaya sepertinya masih dipegang teguh masyarakat pedesaan.

Benturan dirasakan karena sosial budaya tetap dijaga. Kita melihat implementasi layanan primer di pedesaan lebih dibutuhkan, lebih implementatif, dan lebih partisipatif, sehingga akan berdampak efektif membangun pemberdayaan dan melahirkan kesehatan secara kolektif atau komunitas.

Di sinilah kita melihat layanan primer di pedesaan sangat menentukan status kesehatan masyarakat.

Keberhasilan layanan primer ditandai dengan perilaku sehat, tersedianya pelayanan kesehatan bermutu, tinggal di lingkungan yang sehat dan derajat kesehatan optimal.

Namun kondisi optimal demikian belum dapat kita wujudkan karena capaian standar pelayanan minimal (SPM, 2021) masih jauh dari target, beban kesehatan yang masih tinggi dan sebagian besar kasus kematian merupakan kasus yang dapat dicegah.

Situasi yang menunjukkan bahwa layanan kesehatan primer belum cukup kuat dalam merespons masalah kesehatan.

Ada sejumlah tantangan layanan kesehatan primer di pedesaan. Pertama, aspek sosial budaya masyarakat sangat menentukan akses ke fasyankes yang tersedia.

Hal ini dapat menjelaskan mengapa pada hari-hari tertentu pelayanan di puskesmas maupun posyandu banyak pasien/masyarakat yang datang ketimbang waktu lainnya.

Kedua, perkembangan lapangan pekerjaan baru meninggalkan lapangan tradisional yang menjadi ciri pekerjaan pedesaan. Hal tersebut mengakibatkan homogenitas terganggu yang pada gilirannya menimbulkan perspektif baru dalam pemberdayaan.

Ketiga, lingkungan yang sempit, batas-batas pedesaan yang jelas membuat interaksi masyarakat yang dekat. Akibatnya persoalan kesehatan individu, keluarga bahkan komunitas menjadi persoalan terbuka.

Timbulnya stigma kesehatan dapat berawal dari sini, baik menyangkut individu maupun keluarga.

Keempat, resistensi tokoh masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dijalankan. Hal ini terjadi karena masyarakat paternalistik dan tergantung tokoh masyarakat. Kondisi yang dapat menimbulkan dilema etik yang harus diselesaikan dengan tepat.

Kelima, pemberdayaan masyarakat diwakili oleh kader yang ternyata lambat kaderisasinya. Para generasi penerus telah memasuki lapangan kerja, baik di desa maupun di kota.

Keenam, layanan primer membutuhkan koordinasi lintas sektor, tokoh masyarakat dan swasta. Persoalan koordinasi dan manajemen menjadi sangat krusial yang mudah diucapkan dan sulit dilaksanakan di tingkat desa. Konflik kerap terjadi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com