KOMPAS.com – Menurut International Energy Agency (IEA), KTT iklim PBB COP28 akan menjadi momen of truth atau momen kebenaran bagi industri minyak dan gas (migas).
Dalam laporannya, IEA menyebutkan, bahwa sudah waktunya bagi perusahaan-perusahaan bahan bakar fosil untuk menetapkan jalur yang jelas mencapai netralitas karbon atau net zero emission (NZE).
Pasalnya, dunia berada di tengah krisis iklim yang semakin parah di mana sebagian besar penyebabnya dipicu oleh aktivitas industri bahan bakar fosil, dari hulu hingga hilir.
Baca juga: Menghitung Hari, Ini 5 Hal yang Patut Diperhatikan dalam COP28
Saat ini, migas memasok lebih dari separuh pasokan energi global, sebagaimana dilansir Earth.org, Jumat (24/11/2023).
Menurut IEA, permintaan migas global diperkirakan akan mencapai puncaknya pada dekade ini. Pada 2025, konsumsi migas akan menurun 45 persen dibandingkan tingkat permintaan saat ini.
Proyeksi tersebut memberikan gambaran adanya perubahan drastis dari cara manusia mengonsumsi energi.
Kondisi tersebut tak lepas dari perubahan struktural yang signifikan di sektor energi dalam beberapa tahun terakhir, termasuk ekspansi kendaraan listrik dan sumber energi terbarukan yang pesat.
Namun demikian, IEA berpendapat penurunan konsumsi bahan bakar fosil itu tidak cukup cepat untuk mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius sesuai Perjanjian Paris.
Agar mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius, permintaan migas harus turun 75 persen pada pertengahan abad ini.
Baca juga: Presiden COP28 Bela Kehadiran Industri Besar: Semua Harus Diminta Pertanggungjawaban
Para pemimpin dunia dan pemangku kepentingan kunci bersiap untuk berkumpul di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) pada 30 November untuk menghadiri COP28 selama dua pekan.
Laporan dari IEA mengeksplorasi cara-cara perusahaan migas dapat memainkan peran mereka dalam transisi energi.
Pertama dan terpenting, perusahaan-perusahaan migas harus menetapkan target ambisius yang bertujuan untuk mengurangi emisi pada sumbernya, yaitu emisi yang dihasilkan dari operasi mereka sendiri.
Pasalnya, lebih dari separuh produksi migas di dunia saat ini berasal dari perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki target penurunan emisi yang jelas.
Industri migas merupakan komponen penting dalam bauran energi global, menyumbang sekitar 60 persen konsumsi energi dunia.
Baca juga: OIKN Luncurkan Cetak Biru Perubahan Iklim pada COP28 di Dubai
Sektor ini mempekerjakan hampir 12 juta orang di seluruh dunia dan menghasilkan pendapatan triliunan dollar AS setiap tahunnya.
Meski menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar, perusahaan-perusahaan migas hanya menyumbang 1 persen dari total investasi energi bersih secara global.
Agar selaras dengan tujuan iklim global, perusahaan-perusahaan migas harus menginvestasikan setidaknya setengah dari investasi tahunan mereka pada proyek energi bersih pada dekade ini, kata IEA.
Penerapan teknologi penangkapan dan penyimpan karbon atau carbon capture storage (CCS) tidak boleh menjadi pengganti pengurangan emisi dan tidak dapat digunakan untuk mempertahankan status quo emisi mereka.
Meskipun terdapat keraguan terhadap penangkapan dan penyimpanan karbon, sebagian besar pelaku industri masih terlalu bergantung pada teknologi ini.
Baca juga: OIKN Luncurkan Cetak Biru Perubahan Iklim pada COP28 di Dubai
Perusahaan energi raksasa asal AS, Chevron dan ExxonMobil, membatalkan komitmen energi bersih dan malah menggandakan ekspansi bahan bakar fosil.
Awal tahun ini, Exxon Mobil mengumumkan akan mengakuisisi Pioneer Resources senilai 60 miliar dollar AS. Bulan lalu, Chevron mengatakan pihaknya membeli perusahaan migasindependen Hess Corporation senilai 53 miliar dollar AS.
Padahal, kedua entitis ini bersama-sama menyumbang lebih dari 10 persen emisi karbon global sejak 1965.
Baca juga: Brasil Akan Minta Dana Konservasi Hutan Jumbo dalam COP28
Kedua perusahaan tersebut meraup untung gila-gilaan pada 2022 saat harga minyak melonjak yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina.
Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengatakan, penerapan teknologi penangkap dan penyimpan karbon dalam jumlah besar bukanlah solusi mencapai NZE dan melawan perubahan iklim.
Dia menambahkan, industri migas perlu berkomitmen untuk benar-benar membantu dunia memenuhi kebutuhan energi dan tujuan iklimnya.
“Industri minyak dan gas menghadapi momen kebenaran pada COP28 di Dubai. Ketika dunia menderita dampak krisis iklim yang memburuk, melanjutkan aktivitas seperti biasa tidak bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan,” ujar Birol.
Baca juga: Sejumlah Pihak Peringatkan Taktik “Greenwashing” Terselubung Energi Fosil dalam COP28
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya