BANGKA, KOMPAS.com - Aktivitas tambang ilegal di Kepulauan Bangka Belitung (Babel) berakibat rusaknya kawasan hutan hingga daerah aliran sungai.
Pemberantasan sulit dilakukan karena faktor lokasi dan banyak yang menggantungkan hidup dari kegiatan penambangan.
"Babel ini anugerahnya berupa timah yang melimpah. Kalau bicara sabuk timah (tin belt), ya di Babel ini," kata Analis Dinas Energi Sumberdara Mineral (ESDM) Bangka Belitung Ardianeka kepada Kompas.com, Senin (27/11/2023).
Eka mengungkapkan, penambangan dilakukan di lokasi yang memang sulit dijangkau. Seperti di lautan, hutan bakau hingga kawasan rawa yang berada di dalam hutan.
Baca juga: Negara Merugi, Ekspor Timah Masih Dihantui Praktik Tambang Ilegal
Sehingga pengawasan dan penertiban tidak bisa berjalan maksimal.
"Yang terjadi saat ini ada semacam ketimpangan, karena masyarakat setempat justru tidak mendapatkan hasil maksimal dari hasil timah. Para pekerjanya justru banyak dari luar," beber Eka yang juga peneliti geologi.
Eka berharap tata niaga pertambangan diperbaiki pemerintah agar bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat di daerah penambangan.
Kondisi yang terjadi saat ini, masih banyak warga yang hidup pas-pasan padahal daerah mereka memiliki timah yang tidak dimiliki daerah lainnya.
Menurutnya, kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan seharusnya sudah lebih baik dibandingkan daerah lainnya. Tapi kenyataannya banyak pendatang yang mendulang manfaat.
"Timah akan terus ditambang karena faktanya daerah ini kaya akan timah. Pagi ditambang, sorenya sudah dapat uang, meskipun yang terjadi, orang dari luar yang banyak datang ke sini," tambah Eka.
Baca juga: Angka Ekspor Timah Jadi Sorotan, Pemerintah Diminta Kaji Ulang RKAB
Eka juga berharap, masyarakat setempat bisa mengelola sendiri kekayaan alamnya, khususnya dari sektor tambang. Untuk itu masyarakat harus mau bekerja keras dan tidak lagi berprinsip dak kawa nyusah (tidak mau repot).
"Kalau terus berpangku tangan akhirnya jadi penonton," pesan Eka.
Sementara itu, di kawasan hutan bakau Sungai Berembang, Desa Tanjung Niur, Tempilang, Bangka Barat, petugas menemukan sebanyak 50 unit tambang ponton rajuk yang tersebar di dua titik lokasi.
Tim gabungan yang dipimpin Kapolsek Tempilang Iptu Intan Diputra memberikan imbauan larangan di lokasi. Petugas meminta para penambang untuk berkemas dan menghentikan aktivitas penambangan mereka.
"Kami datang lagi untuk memberikan imbauan kepada para penambang rajuk agar segera menghentikan aktifitas dan menarik keluar ponton di kawasan hutan bakau," kata Intan seusai penertiban, Sabtu (25/11/2023).
Penambangan di kawasan itu telah berulangkali didatangi, namun para penambang terus membandel. Petugas mengingatkan seluruh peralatan akan disita dan pekerja ditangkap jika larangan masih diabaikan.
"Sekitar tujuh bulan lalu kami pernah memberikan imbauan kepada para penambang yang berada di kawasan hutan bakau Sungai Berembang, sekarang ditemukan lagi di lokasi yang sama," pungkas Intan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya