Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 28 November 2023, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Dalam pembangunan serta pengelolaan sumber daya alam (SDA) seperti hutan dan laut, masyarakat lokal kurang dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan oleh pemerintah.

Padahal, mereka seharusnya dijadikan objek. Bila tidak dilibatkan, konflik bisa saja terjadi.

Hal tersebut mengemuka dalam Forum Diskusi Budaya seri ke-69 yang diselenggarakan Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PRMB) Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) BRIN, Senin (27/11/2023).

Baca juga: Rancangan Dokumen JETP Harusnya Lebih Memihak Masyarakat

Forum tersebut membedah buku bertema “Memberdayakan yang Tertinggal: Problematika Masyarakat Pesisir dan Sekitar Hutan”.

Peneliti PRMB BRIN Robert Siburian mengatakan, munculnya konflik dalam pengelolaan SDA disebabkan oleh dua pihak dengan kepetingan berbeda.

Pihak pertama adalah mereka yang mempertahankan fungsi kelestarian SDA agar tetap terjaga.

Sedangkan pihak kedua adalah mereka yang memanfaatkan SDA dari sisi ekonomi tanpa memperhatikan dampak terhadap kelestariannya.

Dalam mengelola SDA seperti hutan dan laut, masyarakat lokal sebetulnya sudah memiliki kearifan lokalnya.

Baca juga: Masyarakat Sipil Dorong Kejagung Usut Grup Korporasi Sawit Dalam Korupsi Ekspor CPO

“Kearifan lokal merupakan nilai-nilai leluhur dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, seperti menjaga dan memelihara alam secara berkelanjutan,” kata Robert dikutip dari situs web BRIN.

“Namun kali ini, kearifan lokal mengalami perubahan dinamika sosial, ekonomi, budaya, politik lokal dalam masyarakat dan kebijakan pemerintah,” sambungnya.

Untuk resolusi konflik atas pengelolaan sumber daya hutan, Robert mengusulkan adanya pendekatan kolaborasi co-management alias manajemen bersama.

Akan tetapi, sejauh ini dalam pengelolaan sumber daya hutan dan laut, kearifan lokal dan ilmu pengetahuan modern masih berjalan sendiri-sendiri.

“Padahal jika dikombinasikan akan mereduksi kekurangan yang ada pada kearifan lokal dan pengetahuan modern,” tuturnya.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Ungkap Banyak DCT Tak Penuhi Keterwakilan Perempuan 30 Persen

Dalam forum yang sama, peneliti PRMB BRIN Arif Hilmawan menyampaikan tentang gerakan perlawanan nelayan Kodingareng melawan tambang pasir laut di Perairan Spermonde, Sulawesi Selatan.

Dia menuturkan, akibat aktivitas penambangan, muncul dampak berupa peningkatan kekeruhan air laut dan sedimentasi akibat terbawa arus dan gelombang laut yang meluas hampir di seluruh perairan Spermonde.

“Kerusakan ekosistem dasar perairan akibat penambangan pasir laut telah membawa dampak ikutan yang panjang bagi kehidupan nelayan pulau Kodingareng,” terang Arif.

Baca juga: Masyarakat Perlu Selektif Pilih Pemimpin yang Peduli Kualitas Udara

Menurutnya, gerakan perlawanan tersebut sesungguhnya tidak bisa dilihat semata-mata nelayan Kodingareng melawan tambang pasir laut.

Akan tetapi, peristiwa tersebut harus dilihat sebagai dua kekuatan antara mereka yang pro-lingkungan melawan korporasi yang berkolaborasi dengan penguasa didukung oleh kekuatan kapitalisme global.

Dia menamaparkan, dengan penerapan co-management diharapkan dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat dan dapat menjamin rasa keadilan.

Hal itu sekaligus menghindari kemungkinan terjadi marginalisasi terhadap kelompok masyarakat yang lemah, sehingga konflik antara pemangku kepentingan dapat dihindari.

Baca juga: Diplomasi Iklim dan Energi ASEAN Belum Sentuh Masyarakat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau