Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemuda Penyelamat Biota Laut dari Sampah itu Bernama Radith

Kompas.com, 4 Desember 2023, 06:00 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

“Kalau biota laut tertutup sampah, mereka akan menjerit. Sehingga sudah jadi kewajiban kita harus peduli,”kata Radith.

"Akhirnya saya sadar, jika kita sebagai anak muda tidak buat satu langkah baik, berarti kita sebagai anak muda itu gagal," sambungnya.

Laut jadi muara pembuangan sampah

Laut jadi muara pembuangan sampah. Pasalnya, pada musim hujan, semua jenis sampah yang selama ini dibuang sembarangan dan menumpuk di kali kering, hanyut menuju laut.

Pesisir Alak kerap menampung sampah kiriman, saat arus laut bergerak ke barat Teluk Kupang. Air dari Kali Namosain dan Kali Tenau turut membawa sampah ke laut.

Saat sampah berada di laut, akan mengikuti arus ke gelombang. Ada yang ke tengah laut, ada pula yang ke tepi pantai.

"Mau tidak mau, suka tidak suka, kalau semua sampah ini terseret ke pesisir pantai, kita harus menguranginya dengan memilih atau memungutnya," imbuhnya.

Tak hanya itu, Radith juga menyentil pemerintah yang belum maksimal menyelesaikan masalah sampah di laut.

Padahal, sudah ada Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 yang mengatur tentang pengelolaan sampah.

Dia yakin, jika pemerintah dan masyarakat menjalankan perintah Undang-Undang tersebut, maka sampah tidak akan berserakan di mana-mana, baik itu di darat maupun di laut.

Dalam UU itu, sampah harus dikelola dari rumah tangga dengan cara dipisah.

Kemudian pemerintah menyiapkan fasilitas pendukung seperti tempat sampah dari rumah tangga sampai tempat pembuangan sementara, hingga tempat pembuangan akhir.

Beberapa jenis sampah seperti sampah bahan berbahaya dan beracun, plastik, makanan, sayur atau sampah basah, masing-masing harus dipisah.

Faktanya, di lapangan semuanya itu tidak ada. Sampah yang sudah dikumpulkan di tempat pembuangan sementara dengan cara dipilah, diangkut mobil lalu dibawa ke tempat pembuangan akhir dan dibuang saja begitu.

Alhasil tempat pembuangan akhir sampah di Alak, dalam setahun telah dua kali terbakar. Dampaknya pada kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitar.

"Per hari ini, pemerintah tidak serius menjalankan perintah UU ini. Yang salah siapa? Mau salahkan masyarakat karena menghasilkan banyak sampah menurut saya tidak juga," cetus Radith.

Mikroplastik di Perairan Kota Kupang

Peneliti Mikroplastik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT Horiana Yolanda Haki mengatakan, data sampah di Kota Kupang pada tahun 2021 mencapai 218,98 ton per hari.

Angka itu menurun pada tahun 2022 yakni 86 ton sampah per hari.

"Data itu kita diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Kupang. Untuk tahun 2023 kami belum dapat datanya," ujar Horiana.

Walhi NTT juga pernah berkolaborasi dengan tim peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN), menemukan adanya mikroplastik dan timbulan sampah di perairan Kota Kupang.

"Kondisi ini menjadi bukti bahwa pengelolaan sampah di Kota Kupang masih amburadul," kata Horiana.

Tim ESN dan Walhi NTT menyimpulkan, ada lima faktor penyebab pencemaran mikroplastik dan banyaknya timbulan sampah plastik di Perairan Kupang.

Pertama, pola konsumerisme yang sengaja diciptakan oleh pelaku usaha untuk sekadar memenuhi kebutuhan penjualan hasil produksinya.

Kemudian, Pemerintah Kota Kupang mengabaikan pengelolaan sampah.

Dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 Pasal 15 secara jelas menegaskan, produsen wajib mengelola kemasan atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Selain itu, Pemerintah Kota Kupang juga memiliki regulasi untuk menangani sampah, seperti Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 terkait kewajiban pelaku usaha.

Pasal 12 secara tegas menyatakan pelaku usaha yang melakukan usaha atau program yang menghasilkan produk atau kemasan produk, wajib melaksanakan program pembatasan timbulan sampah sebagai bagian dari usaha atau programnya.

Selanjutnya, pemerintah tidak melakukan pemetaan pelaku-pelaku usaha yang produknya dijual di pasaran, sehingga produsen dan pelaku usaha yang menghasilkan sampah tidak termonitoring dan terus menghasilkan sampah plastik

Pemerintah juga tidak menyediakan sarana infrastruktur pengelolaan sampah seperti tempat sampah yang memadai dan mencukupi, tidak tersedianya pengangkutan sampah, tidak adanya tempat pengolahan sampah sementara di setiap kelurahan.

Melihat kondisi itu, tim peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara dan Walhi NTT merekomendasikan pemerintah untuk mengimplementasi UU Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah terutama dalam aspek pengurangan sampah plastik ke perairan hingga 30 persen pada tahun 2025.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Pemerintah
Nestapa Gajah Sumatera
Nestapa Gajah Sumatera
Pemerintah
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Pemerintah
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Swasta
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
LSM/Figur
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Pemerintah
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
LSM/Figur
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
LSM/Figur
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Pemerintah
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau