KOMPAS.com - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) optimistis angka prevalensi stunting pada bayi di bawah lima tahun (balita) secara nasional mengalami penurunan menjadi 14 persen pada 2024.
Hal tersebut disampaikan Direktur Kesehatan Reproduksi BKKBN Marianus Mau Kuru saat Sosialisasi Percepatan Penurunan Stunting bagi Calon Pengantin dan Pasangan Baru Provinsi Banten di Lebak, Banten, Senin (4/12/2023).
"Kami optimistis angka prevalensi stunting bisa turun mencapai 14 persen di tahun 2024," kata Marianus, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Keluarga Berisiko Stunting Turun 1,7 Juta dalam 6 Bulan
Optimisme tersebut menguat karena adanya kerja sama antarlembaga negara, lembaga swadaya masyarakat (LSM), swasta, dan pihak terkait lainnya untuk mengintervensi stunting dari pusat hingga ke desa.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Indonesia pada 2022 tercatat 21,6 persen.
BKKBN menargetkan, pada akhir 2023 prevalensi stunting bisa turun menjadi 17,8 persen.
Dua provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Barat (Sulbar).
Baca juga: Kasus Stunting Berkaitan Erat dengan Kemiskinan Ekstrem
Di sisi lain, Marianus mengapresiasi penanganan stunting di Provinsi Banten. "Hanya masih tinggi di dua daerah yakni Kabupaten Pandeglang dan Lebak," ujarnya.
Menurut Marianus, kegiatan sosialisasi penurunan stunting harus dilakukan dari hulu mulai remaja, calon pengantin, hingga kehamilan dan kesehatan bayi.
Karena itu, calon pengantin harus dipersiapkan bagaimana membangun rumah tangga agar melahirkan generasi unggul dan tidak melahirkan anak stunting.
Para calon pengantin, lanjutnya, sebelum menikah wajib tercatat dalam aplikasi Eksimil.
Baca juga: Waspada, Polusi Udara Berisiko Tinggi Sebabkan Stunting
Setelah terdaftar, mereka akan mendapat pembinaan dan edukasi seperti mengkonsumsi makanan bergizi, pemeriksaan kesehatan rutin, dan jarak kelahiran anak minimal tiga sampai empat tahun.
"Kami berharap para calon pengantin dan pasangan usia subur yang siap membangun rumah tangga nantinya, tidak melahirkan anak stunting untuk mempersiapkan generasi emas tahun 2045," tutur Marianus.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Banten Rusman Effendi berujar, saat ini angka prevalensi stunting di Banten mengalami penurunan, dari 25,6 persen pada 2021 menjadi 20 persen pada 2023.
"Kami optimistis angka prevalensi 14 persen tahun 2024 bisa terealisasi dengan penanganan dilakukan dari hulu," papar Rusman.
Baca juga: Upaya Penanganan Stunting Masih Terkendala Ego Sektoral
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya