Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 6 Desember 2023, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Selain dihadiri oleh delegasi negara dan pemangku kepentingan lainnya, COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) turut disambangi oleh para aktivis lingkungan dari berbagai belahan dunia.

Di luar tempat gelaran COP28, mereka memprotes kehadiran industri minyak, gas, dan batu bara dalam KTT iklim tersebut.

Puluhan aktivis juga menggelar aksi protes sambil menyerukan “keadilan iklim” dan membentangkan beberapa spanduk, sebagaimana dilaporkan Reuters, Selasa (6/12/2023).

Baca juga: COP28 Akan Bahas Penghapusan Bahan Bakar Fosil Secara Bertahap

Dalam COP sebelum-sebelumnya, aksi protes dari para aktivis biasa terjadi, seperti COP26 tahun 2021 di Glasgow dan COP21 tahun 2015 di Paris.

Namun dalam COP28 kali ini, skala demonstrasinya cukup kecil.

PBB dan UEA mengizinkan aksi protes yang telah disetujui untuk dilakukan di dekat lokasi COP28 dan sejauh ini belum ada aksi protes di luar lokasi tersebut.

Beberapa aktivis yang ikut serta dalam demonstrasi COP28 mengatakan, mereka merasa terkekang. Mereka juga mengkritik kurangnya kehadiran masyarakat sipil akar rumput setempat.

Baca juga: Di COP28, Sri Mulyani Curhat Indonesia Butuh Dana Jumbo untuk Transisi Energi

“Kami ingin menuntut diakhirinya semua penggunaan bahan bakar fosil,” kata aktivis asal Zimbabwe, Lorraine Chiponda (37) kepada Reuters.

Chiponda berargumentasi, seruan untuk menghentikan bahan bakar fosil secara bertahap hanyalah sebuah pengalih perhatian yang memungkinkan penggunaannya dapat terus berlanjut.

“Kami melihat banyak aksi greenwashing seputar menghentikan bahan bakar fosil secara bertahap,” ujar Chiponda.

Aktivis asal Kolombia, Andres Gomez (47), melakukan perjalanan dari Amerika Selatan untuk ikut serta dalam COP28.

Baca juga: COP28 Bertabur Janji Pendanaan Iklim

Dia menyampaikan, transisi ini harus berprinsip “adil” yang berarti para pencemar besar harus mengambil tindakan terlebih dahulu.

Sejumlah delegasi negara dalam COP26 sepakat untuk mengurangi penggunaan batu bara, yang merupakan bahan bakar fosil yang paling menimbulkan polusi.

Akan tetapi, masih banyak pula yang masih terpecah mengenai peran bahan bakar fosil di masa depan.

Presiden COP28 Sultan Al Jaber menegaskan, industri bahan bakar fosil harus diikutsertakan dalam KTT tersebut.

Baca juga: Djarum Paparkan Inisiatif Pengolahan Sampah Organik di COP28

Dia menambahkan, perusahaan minyak dan gas harus menjadi bagian dari diskusi untuk mengatasi perubahan iklim.

Aktivis masyarakat adat Thomas Joseph dari California mengaku khawatir bahwa industri bahan bakar fosil bakal tampil memimpin negosiasi COP28.

Sementara itu, aktivis asal Filipina Jainno Congon (24) mengatakan teknologi penangkap karbon yang dianjurkan oleh beberapa pihak adalah “gangguan berbahaya” dan “solusi palsu” untuk mengatasi perubahan iklim.

Baca juga: OIKN Luncurkan Nusantara Net Zero Strategy 2045 di COP28

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
2 Orangutan Dilepasliar ke TN Tanjung Puting Kalimantan Tengah
2 Orangutan Dilepasliar ke TN Tanjung Puting Kalimantan Tengah
Pemerintah
IPB Petakan 1.008 Calon Lokasi Kampung Nelayan Merah Putih
IPB Petakan 1.008 Calon Lokasi Kampung Nelayan Merah Putih
Pemerintah
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Pemerintah
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Pemerintah
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Swasta
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Pemerintah
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau