JAKARTA, KOMPAS.com - Stunting terjadi karena kurangnya asupan gizi yang diterima anak selama 1.000 pertama kehidupannya, yang dimulai sejak dalam kandungan.
WHO mendefinisikan stunting sebagai gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Ini ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak yang berada di bawah standar.
Sementara Pemerintah Indonesia menargetkan prevalensi stunting pada tahun 2024 sebesar 14 persen.
Untuk mendorong tercapainya target tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat, berupaya untuk menurunkan angka stunting secara signifikan.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bogor Anas S Rasmana menyampaikan, angka stunting Kota Bogor berhasil turun dari 2.363 orang menjadi 1.849 orang.
"2.363, terakhir di hasil penimbangan bayi-balita pada bulan Agustus (2023) itu menjadi 1.849," ucapnya dalam acara Stunting Summit di Saung Dolken, Cimahpar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Rabu (6/12/2023).
Keberhasilan tersebut berkat upaya Pemkot Bogor yang langsung turun ke lapangan dan tidak hanya sekadar mengadakan seminar stunting.
"Mudah-mudahandengan bantuan susu, vitamin, dan sebagainya, terutama untuk ibu hamil, kita bisa zero new stunting," imbuhnya.
Baca juga: Remaja Putri Perlu Waspadai Anemia untuk Cegah Anak Stunting
Wakil Wali Kota Bogor sekaligus Ketua Tim Percepatan Penanggulangan Stunting (TPPS) Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, stunting adalah masalah kompleks.
"Kalau kita bicara stunting itu bukan single problem, jadi ini multiple problems yang harus kita pecahkan bersama," katanya.
Salah satu di antaranya adalah masalah kemiskinan di Kota Bogor yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) sudah turun menjadi 9,3 persen dari sebelumnya mencapai 10 persen.
"Makanya supaya tidak terjadi stunting, tentu kita pertama mungkin harus memberikan izin usaha kepada pelaku usaha, dari situ ada kemudian penyerapan tenaga kerja, dari penyerapan tenaga kerja ada penambahan kesejahteraan keluarga, kemudian ada konsumsi vitamin makanan tambahan untuk anak-anaknya," lanjut Dedie.
Dia pun pesan kepada orangtua, bahwa penanganan stunting bukan hanya menjadi tanggung jawab ibu, melainkan juga bapak.
Menurut Dedie, paling penting bagi bapak mencari penghasilan yang baik, kemudian digunakan untuk membelanjakan konsumsi penambah gizi untuk anak.
"Jadi misalnya yang selama ini konsumsi rokok, kopi sachet dan sebagainya, harusnya juga diprioritaskan untuk yang lebih sensitif atau yang lebih pas untuk kebutuhan anak balita," tegas Dedie.
Tanda tangan MoU dilakukan oleh Dedie bersama dengan Ketua P3SI Siti Radarwati. Kota Bogor dipilih menjadi pilot project program 1 juta bayi unggulan oleh P3SI.
Ada empat program yang akan dijalankan di Kota Bogor. Pertama, edukasi terhadap calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui hingga ibu yang memiliki balita. Kedua, melakukan program 1 juta bayi unggulan.
Ketiga, melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk meningkatkan jangkauan dari pencegahan dan penanggulangan stunting.
Keempat, P3SI akan bekerjasama dengan berbagai pihak untuk melakukan penambahan gizi dan asupan makanan bagi ibu-ibu hamil maupun balita.
"Nantinya program ini akan menyasar seluruh Indonesia, bersamaan dengan terbentuknya Dewan Pengurus Daerah (DPD) P3SI di setiap provinsi dan kabupaten," jelas Siti.
Pada gelaran Stunting Summit tersebut, Pemkot Bogor turut memberikan sejumlah bahan makanan bergizi anak, seperti telur dan susu kepada para ibu. Sedangkan khusus ibu hamil, mendapatkan asam folat yang baik untuk tumbuh kembang janin dan ibu.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya