KOMPAS.com - Dari perbandingan, satu dari empat remaja puteri Indonesia mengalami anemia yang bisa menyebabkan stunting.
Hal tersebut disampaikan Dosen Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Nurul Dina Rahmawati di Kampus UI Depok, Senin (3/12/2023).
"Jika tidak ditangani secara tepat, mereka yang mengalami anemia akan menjadi ibu hamil yang juga anemia, sehingga turut menambah prevalensi stunting di masa depan," kata Nurul, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: BKKBN Optmistis Prevalensi Stunting Jadi 14 Persen pada 2024
Dia menjelaskan, penyebab utama stunting adalah malnutrisi dalam jangka panjang.
Kondisi tersebut berdampak pada bayi yang masih di dalam kandungan, karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan.
Selain malnutrisi, stunting ternyata juga berkaitan erat dengan anemia karena defisiensi zat besi merupakan salah satu penyebab stunting.
Adapun kekurangan zat besi adalah penyebab anemia terbanyak pada remaja. Kekurangan zat besi merupakan penyebab anemia terbanyak pada remaja.
Baca juga: Keluarga Berisiko Stunting Turun 1,7 Juta dalam 6 Bulan
Untuk mengurangi prevalensi anemia pada remaja putri di Kabupaten Lebak, Banten, Nurul bersama anggota tim dari UI memberikan edukasi kepada pelajar di SMKN 1 Kalanganyar mengenai anemia dan dampaknya.
Tim Pengabdi UI membagikan modul “Remaja Sehat” yang memuat beberapa materi penting.
Materi dalam modul “Remaja Sehat” mencakup beberapa topik, di antaranya perubahan fisik dan psikososial pada remaja, pertumbuhan tubuh remaja dan konsekuensinya terhadap kebutuhan gizi; dampak, penyebab, dan pencegahan anemia.
Baca juga: Kasus Stunting Berkaitan Erat dengan Kemiskinan Ekstrem
Selain itu, disampaikan pula pentingnya asupan makanan bergizi seimbang dan pola hidup sehat, pentingnya konsumsi tablet tambah darah (TTD) bagi remaja puteri, serta pentingnya status gizi yang baik sebelum menikah dan dampak pernikahan usia dini.
Anemia adalah salah satu masalah gizi yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin.
Gejala anemia dapat berupa pusing, lemah, lesu, wajah atau kelopak mata pucat, hingga kuku berbentuk cekung jika kondisi sudah sangat parah.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebesar 26,8 persen anak Indonesia usia lima sampai 14 tahun dan 32 persen pada usia 15 hingga 24 tahun mengalami anemia.
Baca juga: Waspada, Polusi Udara Berisiko Tinggi Sebabkan Stunting
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya