KOMPAS.com – Jumlah delegasi dari produsen bahan bakar fosil dalam COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) mencapai 2.400 orang.
Jumlah delegasi yang terkait dengan industri batu bara, minyak, dan gas dalam COP28 ini bahkan lebih banyak dari total peserta dari 10 negara paling rentan terhadap perubahan iklim.
Analisis tersebut dikerjakan dan disampaikan oleh koalisi Kick Big Polluters Out yang menentang kehadiran delegasi terkait batu bara, minyak, dan gas dalam COP28.
Baca juga: COP28 Sepakat Tawarkan Klausul Utang Ketahanan Iklim Negara Miskin
Jumlah tersebut meningkat empat kali lipat dibandingkan COP27 yang digelar di Mesir tahun lalu, sebagaimana dilansir BBC, Rabu (5/12/2023).
Pada COP26 di Glasgow, terdapat sekitar 500 delegasi dengan latar belakang imdustri bahan bakar fosil.
Tahun lalu pada COP27 di Mesir, jumlah peserta meningkat seperempatnya yakni lebih dari 600 perwakilan.
Menjelang perundingan COP28 tahun ini, PBB memperkenalkan prosedur pendaftaran yang lebih ketat.
Baca juga: COP28 Akan Bahas Penghapusan Bahan Bakar Fosil Secara Bertahap
Ini berarti , ada lebih banyak orang harus menyatakan dengan jelas di mana mereka bekerja.
Sebagai hasil dari transparansi yang lebih besar ini, jumlah delegasi yang terkait produsen bahan bakar fosil menjadi meningkat secara signifikan.
Namun para aktivis mengatakan, pengetatan aturan tersebut bukan satu-satunya alasan kenaikan delegasi yang terkait dengan industri batu bara, minyak, dan gas.
“Ini belum memperhitungkan peningkatan signifikan kehadiran pelobi,” kata George Carew-Jones, dari koalisi Kick Big Polluters Out.
Baca juga: Di COP28, Sri Mulyani Curhat Indonesia Butuh Dana Jumbo untuk Transisi Energi
Para aktivis yang tergabung dalam koalisi tersebut memeriksa daftar peserta terdaftar di setiap COP dan menganalisis afiliasi yang disampaikan sendiri oleh para peserta.
Mereka kemudian memverifikasi delegasi yang disponsori atau dibayar oleh entitas yang terkait dengan bahan bakar fosil, seperti perusahaan atau produsen minyak nasional.
Para aktivis tersebut berukar, mereka mengambil pendekatan konservatif dan menerapkan “metodologi yang ketat”.
Dalam COP28, masa depan bahan bakar fosil menjadi agenda utama.
Baca juga: Di COP28, Sri Mulyani Curhat Indonesia Butuh Dana Jumbo untuk Transisi Energi
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya