Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/12/2023, 06:00 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Suara ayam berkokok bersahutan membangunkan Ignasius Neno Naisau dari tidurnya. Jarum jam dinding menunjukkan pukul 04.30 Wita.

Pagi itu, tak ada angin yang bersilir. Meski begitu, udara masih terasa dingin dan lembab. Tanah masih basah, setelah diguyur hujan deras 45 menit lalu, Ignas dengan cekatan melangkah keluar dari rumah bercat putih.

Mengenakan sweater warna putih berkelir hitam dengan celana pendek dan caping anyaman bambu, Ignas memegang senter kecil berjalan perlahan keluar rumah.

Warga Desa Nunmafo, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), ini bergerak menuju kebun miliknya.

Jaraknya tak dekat. Sekitar satu kilometer, dan berada di desa tetangga.

Untuk ke kebunnya di Desa Fatoin, Kecamatan Insana, Ignasius berjalan kaki menyusuri jalan setapak penuh bebatuan karang, membelah kesunyian subuh.

Baca juga: 7 Kelompok Tani Panen Cabai, Amankan Pangan Natal dan Tahun Baru Bangka Tengah

Setengah jam perjalanan, atau tepat pukul 05.00 Wita, dia tiba di kebun. Suasana kebun Ignasius rupanya berbeda dengan kebun warga lainnya. Cahaya lampu terang benderang.

Pada hamparan seluas satu hektar lebih, Ignasius menanam 1.400 pohon buah naga. Setiap pohon diterangi lampu 20 watt.

Ribuan bola lampu itu diperolehnya melalui bantuan program electrifying agriculture proliga dari PLN Induk Wilayah NTT pada bulan Juni 2021 lalu. Bantuan penyinaran tersebut untuk meningkatkan produktivitas buah naga.

Ignasius bersyukur, dari ribuan petani yang ada di Kabupaten TTU yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste, hanya dirinya-lah yang mendapat bantuan gratis lampu dari PLN.

Bantuan itu membuatnya dirinya semakin semangat dalam bekerja. Karena hasil panen kian berlimpah dan menambah pemasukan ekonomi keluarga.

"Sebelum ada bantuan bola lampu, saya hanya panen pada musim hujan dan itu pun harganya turun. Penyebabnya semua petani sama-sama panen buah naga," kata Ignasius, kepada Kompas.com yang mengikuti aktivitasnya seharian, Kamis (14/12/2023).

Ignasius Neno Naisau di tengah kebun buah nagaKOMPAS.com/Sigiranus Marutho Bere Ignasius Neno Naisau di tengah kebun buah naga
Namun, ketika bola lampu dipasang, pada musim panas dia bisa panen hingga dua kali. Harganya pun dia sendiri yang mengaturnya. Dalam setahun, bisa panen antara empat hingga lima kali.

"Kalau musim hujan, harganya Rp 5.000 per buah. Tapi pada musim panas, saya jual antara Rp 15.000 sampai 20.000 per buah, karena saya sendiri yang panen," ungkap Ignasius.

Satu pohon bisa berbuah hingga mencapai 50 sampai 60 buah, saat bola lampu dipasang. Kondisi sebelumnya berbeda, satu pohon hanya menghasilkan antara 20 sampai 30 buah.

Untuk sekali panen, dia mampu meraup keuntungan hingga Rp 30 juta. "Kalau dulu belum ada lampu, setiap kali panen antara Rp 17 juta-Rp 20 juta. Sekarang bertambah jadi Rp 30 juta," ungkapnya.

Awal Mula Tanam Buah Naga

Ignasius mengisahkan, pada tahun 2016, dia melihat beberapa teman-temannya di Kecamatan Insana Tengah, TTU, sukses mengembangkan buah naga.

Terinspirasi rekannya, dia lalu kembali ke tempatnya dan mulai membersihkan kebunnya yang berada persis di belakang Kantor Desa Fatoin, Kecamatan Insana.

Ignasius kemudian meminta 300 anakan buah naga pada rekannya dan mulai menanam di kebun miliknya itu. Ketiadaan modal memaksa Ignasius menutup tahun 2016 dengan menanam 300 anakan.

Suami dari Lusia Takaeb, kembali menanam 300 anakan pohon buah naga pada tahun 2017 setelah menerima bantuan dari rekannya tersebut.

Pada tahun 2018 dan 2019, Ignasius kembali menanam 200, sehingga total jumlah anakan pohon buah naga yang ditanam sebanyak 800 pohon.

Seiring berjalannya waktu, datanglah sejumlah petugas PLN dari Unit Layanan Pelanggan Kefamenanu, TTU, bersama Kepala Desa Nunmafo, menawarkan bantuan bola lampu.

Baca juga: Program Smart Precision Farming Dukung Ketahanan Pangan

Ia ditawari memasang instalasi listrik dan lampu di kebun buah naga dengan tujuan menerapkan sistem penerangan pada tanaman ini.

Dia sempat ragu, tetapi akhirnya menerima tawaran tersebut. "Mereka bilang sudah keliling sejumlah petani naga, namun hanya saya yang dipilih," kata Ignasius.

Sejak pemasangan instalasi listrik dan lampu di kebunnya, Ignasius tidur di kebun untuk memastikan uji coba tersebut berjalan lancar.

Selama dua minggu pasca uji coba, Ia kaget melihat kuncup buah naga perlahan mekar hampir di setiap tangkai pohon.

"Saya lalu telepon petugas PLN dan sampaikan itu. Mereka bilang nanti bapa bantu siram lagi supaya tumbuh subur," ujar dia.

Selain menyiram secara rutin, Ignasius juga selalu merawat buah naga tersebut dengan terus membersihkan rumput dan menjaganya dari semut merah.

Pasarkan Buah Naga hingga Timor Leste

Untuk penjualan buah naga, Ignasius mengaku sudah ada pasarnya. Buah naga yang dia jual, rasanya berbeda dengan buah yang dijual petani lainnya.

Dia masih menggunakan pupuk alami untuk mempercepat proses pertumbuhan, sehingga rasanya manis alami.

Ignasius Neno Naisau di tengah kebun nagaKOMPAS.com/Sigiranus Marutho Bere Ignasius Neno Naisau di tengah kebun naga
Karena rasanya yang enak, para pembeli pun berdatangan dari Kabupaten tetangga seperti Kabupaten Belu, Malaka, Timor Tengah Selatan, Kupang hingga Timor Leste.

"Untuk pembeli dari Timor Leste, biasanya datang langsung ke kebun. Saya biasa kasih persen mereka. Jadi saya kadang kasih mereka makan dulu satu bokor buah naga, setelah itu mereka beli dan pulang," kata Ignasius.

Sedangkan di kabupaten tetangga, sudah ada pembeli dalam jumlah yang banyak. Sekali beli hingga jutaan rupiah.

Pelanggannya berasal dari sejumlah toko buah di Atambua, ibu kota Kabupaten Belu dan Soe, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Biasanya untuk mengantar buah ke pelanggan, dia menyewa satu mobil. Para pelanggannya pun sering memanggil namanya "Bos Naga".

Meski telah meraup keuntungan ratusan juta rupiah dari hasil menjual buah naga, tetapi Ignasius masih enggan membeli sepeda motor maupun mobil.

Dia lebih memilih menyimpan uangnya. Ignasius juga hidup sederhana. Ke mana pun pergi, hanya jalan kaki atau menumpang kendaraan umum.

Baca juga: Air Virtual dalam Peta Ketahanan Pangan

Ignasius masih punya target jangka panjang untuk pengembangan buah naga. Lahan satu hektar dirasa masih kurang.

Dia berencana membeli lahan yang berdekatan dengan kebunnya. Termasuk merekrut enam orang pekerja untuk membantunya.

Untuk itu, ia telah menyiapkan anggaran untuk membeli lahan, sekaligus membayar upah para pekerja.

"Saya berencana menanam 3.000 anakan pohon naga di lahan baru yang berdekatan dengan kebun saya," ujar dia.

Ignasius berharap, semua rencananya bisa berjalan lancar, sehingga produksi buah naga terus berkembang.

Baginya, bertani adalah jalan hidupnya. Meski tak punya ijazah sekolah karena hanya duduk di bangku kelas II Sekolah Dasar (SD), ayah tiga anak itu ingin memberi contoh ke generasi muda agar pantang menyerah sebelum sukses.

Usai tua bukan penghalang meraih kesuksesan. Tapi awal menapaki tangga sukses melalui jalan buah naga di lahan karang.

Inovasi PLN di Bidang Agrikultur

Manager Unit Layanan Pelanggan (ULP) Kefamenanu Fariz Maraghi Akhmad mengatakan, program electrifying agriculture proliga merupakan salah satu inovasi PLN dalam memanfaatkan energi listrik di bidang agrikultur.

"Program EA ini terbukti mampu meningkatkan produksi para petani, peternak dan petambak," kata Fariz.

Melalui Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), PLN UIW NTT melakukan sistem penyinaran lampu di malam hari.

Diharapkan sistem ini mampu mempercepat proses perkembangan buah naga. Sehingga produksi panen bisa lebih cepat dan banyak dari normalnya.

Dengan memberikan penyinaran menggunakan lampu dari energi listrik, buah naga yang sebelumnya hanya dapat berbuah pada bulan tertentu bisa berbuah hampir sepanjang tahun.

"Untuk menyiasati supaya buah naga bisa berbuah dan dipanen meskipun di luar musim panen, para petani memanfaatkan cahaya buatan untuk tetap menyinari buah naga yaitu dengan cahaya dari bola lampu yang dihasilkan dari energi listrik," papar Fariz.

Bupati TTU Djuandi David mengapresiasi program bantuan dari PLN Unit Induk Wilayah NTT. “Programnya luar biasa dan patut diapresiasi,” kata David.

David menilai, program PLN tersebut merupakan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang patut didukung karena tepat sasaran.

David berharap, program Listrik Untuk Buah Naga tersebut dapat meningkatkan produktivitas petani buah naga di Desa Fatoin.

Ke depan melalui dinas pertanian, perkebunan dan peternakan, dia mendorong usaha budi daya tanaman buah naga di desa-desa potensial di Kabupaten TTU. Tentunya disesuaikan dengan kondisi tanah yang ada.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com