Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

"Food Estate" di Antara Pusaran Pilpres 2024

Kompas.com, 5 Januari 2024, 16:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Meski demikian, Mentan mengatakan, penambahan luas lahan untuk mencapai hasil maksimal dalam pengembangan program food estate membutuhkan waktu cukup lama.

Dia menyebutkan, pengembangan tersebut membutuhkan waktu hingga empat tahun karena masih ada tantangan yang dihadapi, yakni penanaman di lahan rawa yang menyebabkan lahan pertanian dipenuhi air.

Mentan menegaskan, program food estate di Kalteng tidak bisa dilihat dari hasil saat ini, tetapi konsep secara utuh untuk masa depan pangan nasional.

Sebab, pertanian Indonesia tidak bisa hanya bertumpu di Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan lainnya. Lahan yang paling siap dan cukup tersedia luas berada di Kalimantan, termasuk Kalteng.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi menunjuk program food estate untuk mendorong konsep ketahanan pangan nasional ke depan.

Lahan di Kalimantan adalah lahan rawa yang memiliki tantangan air 20 sampai 30 sentimeter (cm). Walaupun sudah disiapkan irigasinya, tapi tiba-tiba hujan dan lahan tergenang air sehingga tanam di atas air seperti agroponik.

Jadi benar bila Presiden Jokowi menyebut keberhasilan food estate di Kalteng, harus selalu diulang, dikoreksi, diperbaiki, dan dievaluasi menuju kondisi tanah yang stabil untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang normal.

Bagi para mahasiswa kehutanan maupun rimbawan yang bekerja di dunia kehutanan, jenis tanah podsolik merah kuning (PMK) merupakan jenis tanah yang sangat tidak asing karena lebih dari 80 persen tanah di hutan alam Indonesia (termasuk kawasan food estate di Kalteng) masuk dalam golongan jenis tanah ini.

Tanah podsolik merah kuning atau sering disingkat PMK adalah tanah yang terbentuk karena curah hujan tinggi, suhu sangat rendah dan merupakan jenis tanah mineral tua yang memiliki warna kekuningan atau kemerahan.

Warna dari tanah podsolik menandakan tingkat kesuburan tanah yang relatif rendah karena pencucian.

Warna kuning dan merah disebabkan longgokan besi dan aluminum yang teroksidasi. Mineral lempung yang terdapat pada tanah ini penyusunnya didominasi oleh silikat.

Tanah podsolik merah kuning atau sering disingkat PMK adalah tanah yang terbentuk karena curah hujan tinggi, suhu sangat rendah dan merupakan jenis tanah mineral tua yang memiliki warna kekuningan atau kemerahan.

Warna dari tanah podsolik menandakan tingkat kesuburan tanah yang relatif rendah karena pencucian. Warna kuning dan merah disebabkan longgokan besi dan aluminum yang teroksidasi. Mineral lempung yang terdapat pada tanah ini penyusunnya didominasi oleh silikat.

Pengalaman saya sewaktu bertugas di Palangkaraya, Kalteng, sempat menyaksikan bagaimana para transmigran yang ditempatkan di desa Kalampangan masuk wilayah Kota Palangkaraya, berjuang dengan tekun selama bertahun-tahun, mengubah tanah bergambut bekas konsesi hak pengusahaan hutan (HPH) yang sudah ditinggalkan menjadi lahan pertanian subur.

Untuk menanam biji jagung manis varitas Bogor, satu lubang tanaman jagung membutuhkan tiga kilogram kapur dolomit untuk menetralisir tanah yang asam menjadi basah (PH sama atau lebih besar dari 7).

Sementara, apabila tanah sudah dapat dinetralisir tingkat keasamannya, lubang tanaman jagung diberikan pupuk organik dengan jumlah yang cukup memadai.

Setelah diuji coba bertahun-tahun dan diulang-ulang teknik dan jumlah pengapuran serta pemupukan dengan cara organik, hasil tanaman jagung cukup baik dan memuaskan.

Meningkatkan produksi pangan nasional

Untuk mencapai swasembada pangan seiring peningkatan laju pertumbuhan penduduk, tidak ada cara lain kecuali terus menggenjot peningkatan produksi pangan.

Untuk meningkatkan produksi pangan terutama padi/beras, hanya ada 2 (dua) cara yang dapat ditempuh pemerintah, yakni melalui kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi sawah.

Intensifikasi dan ekstensifikasi adalah rangkaian kegiatan pertanian yang berada di hulu (on farming) yang sangat menentukan dalam peningkatan produksi pangan.

Sementara untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para petani agar memotivasi bercocok tanaman, harus ada perbaikan tata kelola pemasaran yang merupakan bagian dari rangkaian tata kelola pertanian pada bagian hilirnya (off farming).

Intensifikasi sawah yang dimaksud adalah meningkatkan produksi sawah baku yang ada seoptimal mungkin dengan teknologi, pemupukan, dan pengairan yang cukup.

Sementara itu, kegiatan ekstensifikasi sawah dimaksudkan untuk menambah luas sawah baku yang ada maupun budidaya padi lahan kering melalui ekstensifikasi yang memang dimungkinkan melalui pencetakan sawah baru, food estate, maupun program lainnya.

Sayangnya, intensifikasi sawah yang telah dilakukan sejak era orde baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, nampaknya sudah mencapai puncak kejenuhan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang


Terkini Lainnya
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau