Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

"Food Estate" di Antara Pusaran Pilpres 2024

Kompas.com, 5 Januari 2024, 16:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam diskusi membahas dampak El Nino pada produksi beras oleh Perhimpunan Agronomi Indonesia pada Juli 2023 di Bogor, Jawa Barat, terungkap surplus beras Indonesia terus menurun.

Data yang disampaikan Direktur Serealia Kementan M. Ismail Wahab memperlihatkan, pada 2018 ada surplus beras 4,37 juta ton, lalu pada 2022 surplus hanya 1,34 juta ton.

Data juga menunjukkan rata-rata produktivitas padi stagnan hanya di kisaran 5 ton per hektare.

Produktivitas yang stagnan berhadapan dengan kenaikan jumlah penduduk, konsumsi beras yang masih tinggi, dan konversi lahan sawah produktif untuk perutukan nonpangan.

Sementara itu, kegiatan ekstensifikasi sawah dimaksudkan untuk menambah luas sawah baku yang ada maupun budidaya padi lahan kering melalui ekstensifikasi yang memang dimungkinkan melalui pencetakan sawah baru, food estate, maupun program lainnya.

Food estate sebagai lumbung pangan telah dibangun di Kalteng, Sumatera Selatan, dan Papua Selatan ditargetkan untuk menambah produksi beras dari luas baku sawah yang telah dilakukan intensifikasi terutama di P. Jawa.

Meskipun hasilnya dari food estate per hektare pada saat ini belum setinggi dari hasil sawah baku intensifikasi yang dilakukan di Pulau Jawa, namun pada gilirannya nanti apabila tingkat kesuburannya telah stabil, maka hasil produktivitas dari program food estate setidak-tidaknya mampu mendekat hasil dari sawah intensisifikasi setiap hektarenya.

Untuk menunjukkan betapa penting hasil program food estate dalam mendukung dan melengkapi hasil program sawah intensifikasi dapat dilihat dari keseriusan pemerintah dalam Rancangan APBN 2024.

Pemerintah menargetkan ketahanan pangan di bidang pertanian di antaranya adalah ketersediaan beras nasional menjadi 46,84 juta ton.

Pemerintah juga menargetkan lumbung pangan (food estate) seluas 61.400 hektare terbangun di Kalimantan Tengah. Selain itu, produksi padi di Kalteng, Sumatera Selatan, Papua Selatan juga ditargetkan sebanyak 5,06 juta ton.

Jadi kalau ada paslon capres-cawapres yang menolak dan akan meninggalkan food estate bila terpilih nantinya dan akan diganti dengan program contract farming, rasanya terlalu berlebihan dan tidak akan menyentuh persoalan mengatasi swasembada pengan.

Kalau toh ingin meningkatkan pendapatan petani dengan program contract farming, tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah sendiri yang bertindak sebagai “off taker” karena anggaran pemerintah terbatas.

Off taker juga harus melibatkan pihak swasta yang mau terjun di bisnis hasil pertanian tanaman pangan.

Sementara paslon lainnya yang ingin melanjutkan food estate, tetapi dengan catatan tidak merusak lingkungan dan menjurus kedalam kejahatan lingkungan juga terlalu berlebihan.

Terkait dengan adanya kegiatan penebangan hutan dengan dibangunnya food estate seluas 6.000 hektare untuk kegiatan penanaman singkong di Kabupaten Gunung Mas, Kalteng, sebenarnya di wilayah Kabupaten Gunung Mas (termasuk Kabupaten Kuala Kapuas dan Pulang Pisau) sudah tidak ada lagi kawasan hutan alam primer produksi yang masih utuh, dalam arti belum dijamah oleh konsesi hak pengusahaan hutan (HPH).

Semua kawasan hutan produksi ketiga wilayah kabupaten tersebut di era orde baru telah dikaveling-kaveling menjadi konsesi HPH yang telah ditinggalkan korporasi karena habis masa kontraknya dan dikembalikan kepada pemerintah.

Secara regulasi pun, KLHK telah membuat aturan tentang kawasan hutan untuk ketahanan pangan (food estate) yang dituangkan dalam peraturan pemerintah (PP) no. 23/2021 pasal 114 – 116.

Salah satu persyaratan permohonan penetapan kawasan hutan untuk food estate harus dilengkapi dengan dokumen persyaratan teknis dan pernyataan komitmen. Persyaratan teknis antara lain adalah kajian lingkungan hidup strategis.

Sedangkan pernyataan komitmen antara lain kesanggupan menyelesaikan masterplan pengelolaan kawasan hutan untuk ketahanan pangan dan kesanggupan menyelesaikan persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan.

Kesimpulannya adalah rumor yang digembar gemborkan tentang sisi negatif food estate sebenarnya telah terbantahkan. Food estate salah satu jalan untuk menggenjot produksi pangan melalui jalan ekstensifikasi.

Terkait siapa yang mengerjakan program food estate tersebut (petani atau korporasi) tidak perlu dipersoalkan karena memang tugas pemerintah untuk menyiapkan dan menyediakan kebutuhan pangan bagi rakyatnya, bagaimanapun caranya tanpa harus impor dari negara lain.

Indonesia mempunyai lahan yang sangat luas untuk kebutuhan pangan tersebut.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang


Terkini Lainnya
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau