KOMPAS.com - Bioenergi merupakan isu yang kompleks. Sektor ini sangat beririsan dengan isu pangan dan lahan.
Direktur Eksekutif Traction Energy Asia Tommy Pratama mengatakan, bioenergi seperti biofuel (bahan bakar nabati/BBN) atau biomassa berasal dari perkebunan atau kehutanan.
Contoh bahan baku bioenergi dari Indonesia yang banyak sejauh ini seperti kelapa sawit untuk BBN dan pelet kayu untuk biomassa dari hutan tanaman energi (HTE).
Baca juga: Perluasan Bioenergi Bukan Solusi Utama Transisi Energi
Ketika permintaan energi meningkat, kebutuhan lahan untuk menyediakan bioenergi juga ikut meningkat. Hal tersebut berpotensi membabat hutan lebih luas lagi.
Selain itu, ketika permintaan energi dari bioenergi meningkat, kebutuhan bahan baku nabati untuk bioenergi akan berebut dengan sektor pangan.
"Kita harus mengecek dan memperhatikan sejauh mana penggunaan bioenergi, kalau bisa dikurangi," kata Tommy dalam diskusi bertajuk Meneropong Bioenergi di Tangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 yang diikuti secara daring, Rabu (10/1/2024).
Di samping itu, ada miskonsepsi yang keliru mengenai rendahnya emisi dari bioenergi. Padahal, penghitungan jejak karbon seharusnya dihitung dari daur hidup sumber energi tersebut.
Baca juga: Potensi Bioenergi Indonesia Melimpah, Sumber Alternatif Pembangkit Listrik
Tommy mengungkapkan, dalam pembuatan BBN dari minyak sawit mentah, dua emisi terbesarnya berasal dari pembukaan lahan dan oksidasi lahan gambut.
Faktor lainnya seperti emisi N20, penggunaan pupuk, dan emisi metana dari limbah cair pabrik kelapa sawit.
Dalam produksi setiap 1 ton minyak sawit mentah, rentang emisi yang dihasilkan antara 0,5 ton karbon dioksida ekuivalen sampai 16,04 ton karbon dioksida ekuivalen.
Sedangkan untuk membuat 1 liter biodiesel misalnya, membutuhkan 0,832 kilogram (kg) minyak sawit mentah.
Dari berbagai faktor tersebut, total emisi dari pengolahan minyak sawit mentah melepaskan emisi 0,21 kilogram karbon dioksida ekuivalen per 1 liter biodoesel.
Baca juga: Dorong Energi Terbarukan, Anies-Cak Imin Ingin Bioenergi Tak Sebatas pada Sawit
Tommy menyebutkan, emisi dari bioenergi tidak boleh hanya dihitung dari penggunaannya sebagai bahan bakar, akan tetapi harus dari seluruh prosesnya mulai dari pembukaan lahan sampai ke tangan konsumen.
Dis atu sisi, dia menambahkan bahwa dalam konteks transisi energi, pengembangan bioenergi masih tetap perlu dilakukan.
Akan tetapi, harus ditetapkan tenggat waktu kapan berhenti penggunaan bioenergi sambil mengembangkan sumber energi terbarukan lain seperti surya, panas bumi, angin, arus laut, dan lain-lain.
"Bionergi adalah strategi transisi Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Jangan sampai kita mengekor mereka padahal kita punya potensi energi bersih lainnya," tutur Tommy.
Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Dradjad H Wibowo mengatakan, pasangan capres dan cawapres tersebut akan mengembanglam bioetanol dari singkong dan tebu jika terpilih dalam Pilpres 2024.
Baca juga: Pertamina Kembangkan Bioenergi untuk Percepat Transisi Energi di Indonesia
Dia menyampaikan, pengembangan bioetanol menjadi salah satu program unggulan Prabowo.
Sementara itu, Juru Bicara Tim Nasional (Timnas) Amin Irvan Pulungan mengatakan, bioenergi tidak hanya berbasis pada sumber tertentu seperti sawit, melainkan harus lebih luas.
Pengembangan bioenergi juga perlu dibarengi dengan implementasi EBT lain seperti tenaga air hingga surya.
Sedangkan Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud Agus Hermanto berujar, transisi energi tetap perlu menggunakan bioenergi.
Dia menuturkan pengembangan bioenergi dilakukan untuk menanti implementasi sumber EBT lain seperti panas bumi.
Baca juga: Pelindo Marine Kampanyekan Pengangkutan Bioenergi Ramah Lingkungan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya