Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 11 Januari 2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Bioenergi merupakan isu yang kompleks. Sektor ini sangat beririsan dengan isu pangan dan lahan.

Direktur Eksekutif Traction Energy Asia Tommy Pratama mengatakan, bioenergi seperti biofuel (bahan bakar nabati/BBN) atau biomassa berasal dari perkebunan atau kehutanan.

Contoh bahan baku bioenergi dari Indonesia yang banyak sejauh ini seperti kelapa sawit untuk BBN dan pelet kayu untuk biomassa dari hutan tanaman energi (HTE).

Baca juga: Perluasan Bioenergi Bukan Solusi Utama Transisi Energi

Ketika permintaan energi meningkat, kebutuhan lahan untuk menyediakan bioenergi juga ikut meningkat. Hal tersebut berpotensi membabat hutan lebih luas lagi.

Selain itu, ketika permintaan energi dari bioenergi meningkat, kebutuhan bahan baku nabati untuk bioenergi akan berebut dengan sektor pangan.

"Kita harus mengecek dan memperhatikan sejauh mana penggunaan bioenergi, kalau bisa dikurangi," kata Tommy dalam diskusi bertajuk Meneropong Bioenergi di Tangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 yang diikuti secara daring, Rabu (10/1/2024).

Di samping itu, ada miskonsepsi yang keliru mengenai rendahnya emisi dari bioenergi. Padahal, penghitungan jejak karbon seharusnya dihitung dari daur hidup sumber energi tersebut.

Baca juga: Potensi Bioenergi Indonesia Melimpah, Sumber Alternatif Pembangkit Listrik

Tommy mengungkapkan, dalam pembuatan BBN dari minyak sawit mentah, dua emisi terbesarnya berasal dari pembukaan lahan dan oksidasi lahan gambut.

Faktor lainnya seperti emisi N20, penggunaan pupuk, dan emisi metana dari limbah cair pabrik kelapa sawit.

Dalam produksi setiap 1 ton minyak sawit mentah, rentang emisi yang dihasilkan antara 0,5 ton karbon dioksida ekuivalen sampai 16,04 ton karbon dioksida ekuivalen.

Sedangkan untuk membuat 1 liter biodiesel misalnya, membutuhkan 0,832 kilogram (kg) minyak sawit mentah.

Dari berbagai faktor tersebut, total emisi dari pengolahan minyak sawit mentah melepaskan emisi 0,21 kilogram karbon dioksida ekuivalen per 1 liter biodoesel.

Baca juga: Dorong Energi Terbarukan, Anies-Cak Imin Ingin Bioenergi Tak Sebatas pada Sawit

Tommy menyebutkan, emisi dari bioenergi tidak boleh hanya dihitung dari penggunaannya sebagai bahan bakar, akan tetapi harus dari seluruh prosesnya mulai dari pembukaan lahan sampai ke tangan konsumen.

Dis atu sisi, dia menambahkan bahwa dalam konteks transisi energi, pengembangan bioenergi masih tetap perlu dilakukan.

Akan tetapi, harus ditetapkan tenggat waktu kapan berhenti penggunaan bioenergi sambil mengembangkan sumber energi terbarukan lain seperti surya, panas bumi, angin, arus laut, dan lain-lain.

"Bionergi adalah strategi transisi Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Jangan sampai kita mengekor mereka padahal kita punya potensi energi bersih lainnya," tutur Tommy.

Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Dradjad H Wibowo mengatakan, pasangan capres dan cawapres tersebut akan mengembanglam bioetanol dari singkong dan tebu jika terpilih dalam Pilpres 2024.

Baca juga: Pertamina Kembangkan Bioenergi untuk Percepat Transisi Energi di Indonesia

Dia menyampaikan, pengembangan bioetanol menjadi salah satu program unggulan Prabowo.

Sementara itu, Juru Bicara Tim Nasional (Timnas) Amin Irvan Pulungan mengatakan, bioenergi tidak hanya berbasis pada sumber tertentu seperti sawit, melainkan harus lebih luas.

Pengembangan bioenergi juga perlu dibarengi dengan implementasi EBT lain seperti tenaga air hingga surya.

Sedangkan Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud Agus Hermanto berujar, transisi energi tetap perlu menggunakan bioenergi.

Dia menuturkan pengembangan bioenergi dilakukan untuk menanti implementasi sumber EBT lain seperti panas bumi.

Baca juga: Pelindo Marine Kampanyekan Pengangkutan Bioenergi Ramah Lingkungan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau