Riset berbasis citra satelit Landsat 8 telah memperlihatkan adanya penurunan luas hutan mangrove seluas 1.500 - 1.600 km persegi dan coastal wetland sebesar 12.000 - 13.000 km persegi di Indonesia.
Penelaahan data dari berbagai di wilayah Asia menunjukkan hal ini umumnya dipengaruhi oleh kebutuhan lahan untuk kepentingan ekonomi. Misalnya, pengembangan infrastruktur pesisir dan juga ekstensifikasi untuk budidaya perikanan pesisir.
Perubahan luas lahan yang potensial sebagai areal penyimpanan karbon, jika pembiaran ini terjadi lebih lanjut, tentu akan memengaruhi komitmen pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) untuk karbon Indonesia.
Selain itu, ekosistem di berbagai wilayah pesisir Indonesia saat ini tengah menghadapi tekanan lingkungan.
Penelitian di bidang lingkungan telah menunjukkan tingginya mikroplastik serta cemaran nutrien dari limbah domestik, peternakan, dan pupuk, terutama dari wilayah berpenduduk di Indonesia.
Akumulasi limpasan limbah yang mengalir bersama air sungai dari wilayah daratan dan dinamika lingkungan akibat perubahan iklim di masa mendatang akan menyebabkan berubahnya kondisi ekosistem untuk berkembangnya makhluk laut secara normal. Hal ini akan memengaruhi komitmen dalam konvensi keanekaragaman hayati.
Akumulasi pencemaran pesisir dan perubahan iklim akan menjadi penyebab yang jauh lebih merusak kehidupan ekosistem pesisir, dibandingkan faktor perubahan iklim sendiri.
Sebagai contoh, riset permodelan ekologi di pesisir perairan Maluku telah memprediksi jika pencemaran pesisir tetap terjadi seperti saat ini, maka luas wilayah yang memiliki kesesuaian tinggi sebagai tempat hidup terumbu karang akan berkurang hampir 90 persen pada kondisi perubahan iklim di tahun 2050 dibandingkan kondisi saat ini.
Hal ini berdampak besar bagi keanekaragaman hayati laut di zona jantung hot-spot biodiversitas terumbu karang Indonesia.
Komitmen internasional dan kondisi lingkungan pesisir Indonesia menjadi isu penting karena menuntut terobosan dan inovasi baru untuk implementasinya pascakontestasi politik 2024.
Adu gagasan bidang lingkungan hidup dalam debat kontestan, yang pada akhir bulan ini akan dilakukan, menjadi isu penting yang ditunggu pemilih rasional, terutama bagi kaum muda, sebagai pemilih mayoritas dalam kontestasi politik 2024.
Laporan hasil survei yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dan Unity of Trend (UniTrend) memperlihatkan bahwa mayoritas generasi Z dan Millenial memiliki kepedulian dan secara rasional menginginkan kejelasan gagasan mengenai krisis iklim dari calon presidennya.
Oleh karena itu, adu gagasan secara langsung di bidang lingkungan hidup pada debat capres-cawapres merupakan hal yang dinantikan oleh pemerhati, praktisi, akademisi, periset, serta pemilih rasional lainnya, yang menempatkan isu lingkungan sebagai variabel penting dalam penentuan pilihan politik.
Misalnya gagasan, komitmen, dan strategi mengenai pengembangan ekonomi pesisir tanpa pengalihan fungsi ekologi lahan mangrove, konservasi terumbu karang yang secara holistik memperhitungkan aktivitas dari hulu, atau pencemaran akibat industri dan pertambangan di pulau-pulau kecil.
Semoga, tidak terjebak dalam adu istilah teknis yang malah akan menghilangkan esensi substansinya untuk menjaring keyakinan pemilih rasional.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya