Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Hedi Indra Januar
Peneliti

Periset Bidang Ekologi Perairan pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN

Menanti Gagasan Konservasi Ekologi Lingkungan Pesisir Para Capres

Kompas.com, 17 Januari 2024, 10:30 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Riset berbasis citra satelit Landsat 8 telah memperlihatkan adanya penurunan luas hutan mangrove seluas 1.500 - 1.600 km persegi dan coastal wetland sebesar 12.000 - 13.000 km persegi di Indonesia.

Penelaahan data dari berbagai di wilayah Asia menunjukkan hal ini umumnya dipengaruhi oleh kebutuhan lahan untuk kepentingan ekonomi. Misalnya, pengembangan infrastruktur pesisir dan juga ekstensifikasi untuk budidaya perikanan pesisir.

Perubahan luas lahan yang potensial sebagai areal penyimpanan karbon, jika pembiaran ini terjadi lebih lanjut, tentu akan memengaruhi komitmen pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) untuk karbon Indonesia.

Selain itu, ekosistem di berbagai wilayah pesisir Indonesia saat ini tengah menghadapi tekanan lingkungan.

Penelitian di bidang lingkungan telah menunjukkan tingginya mikroplastik serta cemaran nutrien dari limbah domestik, peternakan, dan pupuk, terutama dari wilayah berpenduduk di Indonesia.

Akumulasi limpasan limbah yang mengalir bersama air sungai dari wilayah daratan dan dinamika lingkungan akibat perubahan iklim di masa mendatang akan menyebabkan berubahnya kondisi ekosistem untuk berkembangnya makhluk laut secara normal. Hal ini akan memengaruhi komitmen dalam konvensi keanekaragaman hayati.

Akumulasi pencemaran pesisir dan perubahan iklim akan menjadi penyebab yang jauh lebih merusak kehidupan ekosistem pesisir, dibandingkan faktor perubahan iklim sendiri.

Sebagai contoh, riset permodelan ekologi di pesisir perairan Maluku telah memprediksi jika pencemaran pesisir tetap terjadi seperti saat ini, maka luas wilayah yang memiliki kesesuaian tinggi sebagai tempat hidup terumbu karang akan berkurang hampir 90 persen pada kondisi perubahan iklim di tahun 2050 dibandingkan kondisi saat ini.

Hal ini berdampak besar bagi keanekaragaman hayati laut di zona jantung hot-spot biodiversitas terumbu karang Indonesia.

Gagasan dan komitmen

Komitmen internasional dan kondisi lingkungan pesisir Indonesia menjadi isu penting karena menuntut terobosan dan inovasi baru untuk implementasinya pascakontestasi politik 2024.

Adu gagasan bidang lingkungan hidup dalam debat kontestan, yang pada akhir bulan ini akan dilakukan, menjadi isu penting yang ditunggu pemilih rasional, terutama bagi kaum muda, sebagai pemilih mayoritas dalam kontestasi politik 2024.

Laporan hasil survei yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dan Unity of Trend (UniTrend) memperlihatkan bahwa mayoritas generasi Z dan Millenial memiliki kepedulian dan secara rasional menginginkan kejelasan gagasan mengenai krisis iklim dari calon presidennya.

Oleh karena itu, adu gagasan secara langsung di bidang lingkungan hidup pada debat capres-cawapres merupakan hal yang dinantikan oleh pemerhati, praktisi, akademisi, periset, serta pemilih rasional lainnya, yang menempatkan isu lingkungan sebagai variabel penting dalam penentuan pilihan politik.

Misalnya gagasan, komitmen, dan strategi mengenai pengembangan ekonomi pesisir tanpa pengalihan fungsi ekologi lahan mangrove, konservasi terumbu karang yang secara holistik memperhitungkan aktivitas dari hulu, atau pencemaran akibat industri dan pertambangan di pulau-pulau kecil.

Semoga, tidak terjebak dalam adu istilah teknis yang malah akan menghilangkan esensi substansinya untuk menjaring keyakinan pemilih rasional.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau