Metode pemetaan rawan banjir tersebut dapat dipedomani untuk penyusunan peta rawan banjir di berbagai daerah dengan skala yang lebih detail sesuai kebutuhan.
Cuaca ekstrem tidak saja berdampak pada tingkat kerawanan banjir, namun juga akan diikuti adanya gelombang tinggi dan gelombang esktrem di kawasan pesisir.
Gelombang tinggi ditandai dengan ketinggian gelombang 4-6 m dan gelombang ekstrem lebih dari 6 m. Gelombang ini berpotensi merusak bangunan, tambak, budidaya dan penutup lahan lainnya di kawasan pesisir.
Perpaduan gelombang tinggi dan angin kencang di kawasan pesisir dapat menimbulkan kondisi pasang air laut di kawasan pesisir. Kondisi pasang air laut dapat dideteksi salah satunya dari peralatan sensor yang dipasang di stasiun pasang surut.
Sebagain besar pesisir di Indonesia telah terpasang stasiun pasang surut, dengan interval 50-100 km, yang sebagian besarnya di kelola oleh BIG, dengan tujuan utama membangun sistem referensi data geospasial.
Lebih dari 270 stasiun pasang surut yang terpasang memberikan data secara realtime setiap 5 detik. Data realtime ini juga dapat dimanfaatkan untuk monitoring, modeling dan antisipasi terhadap cuaca ekstrem dan kondisi pasang air laut ekstrem di kawasan pesisir.
Pemanfaatan data dan informasi geospasial untuk mendukung upaya mitigasi bencana dan perubahan iklim perlu terus didorong di level pemerintah kabupaten/kota sebagai bagian untuk mewujudkan upaya pembangunan wilayah yang berkelanjutan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya