Dalam hal dampak sosial, Pribudiarta menjelaskan remaja yang hamil di luar nikah akan mendapatkan stigma negatif dan pelabelan oleh lingkungan sekitarnya. Terkadang, mereka kerap mendapatkan pencemoohan, pengucilan, hingga pengusiran.
"Kehamilan di luar nikah pada usia anak dan remaja pun berdampak pada angka perkawinan anak di Indonesia," ujar dia.
Sementara itu, dampak psikologis yang disebabkan oleh kehamilan di luar nikah cukup besar sehingga bisa berakibat pada kondisi kesehatan mental.
Lalu berpotensi menyebabkan trauma berkepanjangan dan depresi, yang berujung pada pengambilan keputusan tidak tepat, seperti bunuh diri, aborsi ilegal, hingga pembuangan dan penelantaran bayi dan anak.
Tidak hanya memastikan pengasuhan yang positif yang berasal dari orangtua, Pribudiarta juga menekankan pengasuhan alternatif harus menjadi opsi dalam memastikan anak dan remaja dapat tumbuh, kembang, dan terpenuhi hak-haknya.
Pengasuhan alternatif dapat dilakukan di tingkat keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga besar dengan bantuan dan dukungan penuh dari masyarakat, lembaga masyarakat, dan pemerintah. Pengasuhan alternatif merupakan wujud upaya dari pengurangan risiko bagi anak-anak terlantar.
Idealnya, engasuhan anak merupakan tanggung jawab penuh orang tua. Namun dalam kondisi tertentu dimana anak tidak mendapatkan pengasuhan inti dari orang tua, seperti orangtua meninggal, terpisah akibat bencana atau pekerjaan orang tua, atau sengaja ditelantarkan, maka pengasuhan alternatif dapat dilakukan.
"Pengasuhan alternatif bagi anak diproritaskan kepada kerabat atau keluarga terdekat sebelum lembaga pengasuhan atau pemerintah menjadi pilihan akhir,” kata Pribudiarta.
Baca juga: Punya Peran Sentral, Perempuan Harus Berpendidikan Tinggi
Pribudiarta menjelaskan KemenPPPA dan dinas yang mengampu urusan perempuan dan anak di daerah mengembangkan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga).
Puspaga sebagai layanan yang memampukan para orangtua untuk melakukan pengasuhan sesuai hak anak yang tersebar sebanyak 257 unit di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
KemenPPPA juga menginisiasi pembentukan Day Care Ramah Anak atau tempat penitipan anak berstandardisasi.
Sebab, Pribudiarta menjelaskan, anak adalah masa depan bangsa dan orangtua harus memastikan bahwa hak-hak mereka terpenuhi seutuhnya, melalui pengasuhan positif dan berbasis hak anak.
Ketika pengasuhan anak diberikan sesuai dengan hak-hak mereka, kedekatan, dan kelekatan antara orang tua dan anak, maka ketika mereka menginjak usia remaja, orangtua dapat segera melakukan upaya preventif jika mereka mulai penasaran dengan berbagai macam hal yang berimplikasi negatif.
Tak hanya itu, orangtua pun dapat memandu dan menggiring anak-anak untuk menyalurkan rasa penasarannya kepada hal-hal pengembangan diri yang positif dan konstruktif.
"Edukasi terkait kesehatan reproduksi pun harus terus digaungkan agar anak-anak dapat mengetahui dan peduli mengenai kondisi tubuhnya dan mencegah perilaku seksual pra nikah,” pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya