Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Kepemimpinan dalam Energi Terbarukan: Bauran Energi untuk Target 2030

Kompas.com - 29/01/2024, 10:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ini menjadi tantangan bagi para pemimpin kita, khususnya dari sisi pemerintah untuk berpikir kreatif dan inovatif tentang ini.

Pemimpin di kalangan pemerintah, swasta, organisasi, dan lain-lain memiliki peran penting untuk memastikan Indonesia memenuhi komitmennya. Terlebih, potensi energi terbarukan di Indonesia sangat besar.

Peran kepemimpinan

Pemimpin dalam energi terbarukan rasanya perlu melipatgandakan komitmen, lebih kreatif, dan berpikir di luar kotak.

Kondisi dunia mungkin tidak lagi bisa menunggu negara-negara yang lambat dalam transisi energi terbarukan.

Pemimpin kita perlu mengakselerasi pengembangan energi terbarukan agar bisa keluar dari ketergantungan terhadap energi fosil sekaligus menekan laju pertumbuhan suhu bumi.

Setiap pemimpin stakeholder bisa berperan aktif dalam pengembangan energi terbarukan. Dari pemerintah, kepemimpinan saat ini perlu mengisi kekosongan di area investasi, kebijakan, dan regulasi.

Investasi bisa kita dapatkan melalui kerja sama yang sifatnya strategis, dalam konteks ini sasarannya adalah kerja sama pengembangan energi terbarukan, transfer of technology, dan transfer of knowledge.

Ketiga hal ini bisa menopang laju pertumbuhan energi terbarukan. Indonesia telah menjalin kerja sama dengan Britania Raya dalam program MENTARI (Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia).

Kerja sama ini diperpanjang, di mana yang seharusnya berakhir pada 2024, kemudian menjadi 2027. Britania Raya juga menambahkan dana sebesar 6,5 juta poundsterling atau Rp 138 miliar.

Kerja sama lainnya adalah Indonesia dengan Kenya di sektor energi panas bumi. Kerja sama yang nantinya akan digawangi oleh Pertamina dengan Geothermal Development Company ini bernilai 1,5 miliar dollar AS.

Angka investasi ini bisa membantu Indonesia mengembangkan energi panas bumi. Terlebih, Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 40 persen dari potensi dunia.

Artinya, pemimpin bisa memanfaatkan kekayaan panas bumi sebagai leverage untuk bekerja sama dengan negara lain.

Semakin banyak kerja sama akan semakin baik bagi Indonesia untuk memenuhi komitmen energi terbarukannya.

Pemimpin harus memperbanyak kerja sama strategis yang mendatangkan investasi, transfer of knowledge, dan transfer of technology, sehingga memudahkan Indonesia untuk mengakselerasi pengembangan potensi energi terbarukan.

Pemimpin juga harus memastikan terbentuknya enabling environment yang memudahkan sektor swasta mengembangkan energi terbarukannya secara mandiri.

Pemerintah dapat mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) agar ada kejelasan regulasi bagi para pemangku kepentingan.

Kejelasan terhadap regulasi itu penting, sehingga pembangunan energi terbarukan berjalan sinergi antara pusat dan daerah, serta kolaborasi antara swasta dan pemerintah bisa lebih lancar.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pengembangan energi terbarukan sempat terhenti karena minim anggaran. Regulasi belum jelas, sehingga menyulitkan pemerintah daerah untuk melakukan upaya pembangunan.

Kejelasan baru diberikan saat terbitnya Perpres No.11/2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral pada Subbidang Energi Terbarukan.

Pengesahan RUU EBET akan memperjelas arah laju energi terbarukan Indonesia di masa depan dan memudahkan para pemangku kepentingan untuk ikut serta dalam mengembangkan energi terbarukan.

Tidak hanya itu, pemerintah harus mampu memitigasi dampak dari transisi energi, yakni greenflation.

Menurut Guru Besar Ilmu Ekonomi Moneter Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Telisa Aulia Falianty, greenflation adalah kenaikan harga barang dan jasa atau inflasi akibat transisi perekonomian menjadi lebih ramah lingkungan.

Pemimpin perlu mengetahui ini karena Indonesia sedang dalam masa transisi energi, yang berarti banyak sektor yang akan beradaptasi dengan kondisi transisi menuju energi terbarukan.

Menurut peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Dhenny Yuartha, greenflation belum menjadi isu di Tanah Air karena transisinya perlahan dan didukung oleh berbagai kebijakan.

Namun, dia juga menghimbau bahwa ada kemungkinan itu bisa terjadi. Jika itu terjadi, pemimpin harus sudah siap mempersiapkan solusi konkret agar efek ekonomi dari transisi energi terbarukan tidak bertahan lama dan tidak meluas.

Kolaborasi kepemimpinan Hexahelix

Namun demikian, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri dalam mengembangkan energi terbarukan. Dengan dana yang besar, otomatis diperlukan pelibatan banyak pihak agar Indonesia dapat mempercepat pengembangan energi terbarukan.

Terlebih, secara umum, menurut Edelman Trust Barometer tahun 2024, sebanyak 75 persen rakyat Indonesia memercayai pemimpin dari NGO, bisnis, pemerintah, dan media.

Artinya, ini berarti rakyat menunggu kolaborasi antarpemimpin lintas sektor untuk mengakselerasi pengembangan energi terbarukan.

Dengan kata lain, peran swasta, akademisi, komunitas, organisasi, dan masyarakat sipil sangat penting bagi kemajuan energi terbarukan. Kepemimpinan saat ini harus berlandaskan kolaborasi hexahelix, di mana semua pihak bisa saling berkontribusi.

Peran perusahaan swasta bisa dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah pengembangan energi terbarukan secara mandiri.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com