Banyak perusahaan swasta yang telah memanfaatkan energi terbarukan untuk operasional sehari-hari. Misalnya, PT Uni-Charm Indonesia melakukan pemasangan dua pembangkit listrik tenaga surya di East Java Factory dan Ngoro Industrial Park.
Tidak hanya itu, Bluebird juga siap mengoptimalkan panel surya dengan harapan bisa mereduksi emisi karbon hingga 2.000 per tahun.
Kesadaran perusahaan swasta untuk menggunakan energi terbarukan di internalnya setidaknya menunjukkan bahwa perusahaan juga berkomitmen dalam pengurangan emisi karbon. Ada progres yang sangat baik.
Hal ini selaras dengan laporan dari PwC 2024, di mana 63 persen perusahaan sedang meningkatkan efisiensi energi. Alhasil, apabila seluruh perusahaan di Indonesia melakukan hal ini, bukan tidak mungkin Indonesia bisa memenuhi target energi terbarukan tahun 2030.
Bentuk lain dari kontribusi swasta adalah investasi. Perusahaan swasta bisa melakukan investasi terhadap proyek pengembangan energi terbarukan yang strategis.
Ketika investasi energi terbarukan semakin besar, peluang untuk menciptakan pekerjaan semakin banyak.
Total investasi dari kapasitas yang terbangun saat ini sebesar Rp 590,73 triliun. Angka ini masih akan terus meningkat, terlebih kedepannya regulasi akan semakin jelas, sehingga bisa mengundang investor dan perusahaan untuk berkontribusi.
Menurut Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR), Deon Arinaldo, potensi jumlah lapangan pekerjaan yang akan tercipta sebanyak 3,2 juta.
Potensi ini sangat besar, sehingga investasi akan menjadi katalis bagi pengembangan lapangan kerja di sektor energi terbarukan.
NGO dan yayasan juga punya peran dalam bidang energi terbarukan. Mereka mampu menyentuh akar rumput dan mengedukasi masyarakat agar mengurangi bahan bakar fosil, sehingga penting untuk menyebarkan kesadaran agar memahami isu energi terbarukan.
Studi dari Celios (Center of Economi and Law Studies) mengungkapkan bahwa sebagian besar masyarakat belum memahami isu JETP.
Penelitian dari Fraser et.al. (2022) meneliti adopsi energi surya di Massachusetts, Amerika Serikat, dan Chiba, Jepang. Mereka menyimpulkan bahwa memang dukungan wali kota sangat meningkatkan adopsi energi surya, akan tetapi kekuatan modal sosial akar rumput dapat memperkuat atau merusak upaya pemerintah kota, tergantung dari jenis modal sosialnya.
Oleh karena itu, NGO dan yayasan bisa memberikan edukasi terkait energi terbarukan kepada masyarakat.
Tidak hanya itu, menurut Khusna & Margenta (2022), NGO dan yayasan bisa berperan dalam mengakses pembiayaan untuk proyek energi skala kecil dan vital, tetapi tidak menarik secara ekonomi melalui mekanisme corporate social responsibility (CSR), sehingga masyarakat juga akan menggunakan energi terbarukan.
Di satu sisi, CSR dalam pola seperti ini dapat meningkatkan kredibilitas perusahaan.
Masyarakat bisa menjadi lingkungan pendukung bagi munculnya local champion. Local champion ini yang menjadi aktor utama agar masyarakat di lingkungannya ikut serta mengadopsi energi terbarukan.
Contoh sederhananya ada di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Ada koperasi bernama Koperasi Serba Usaha Jasa Peduli Kasih di Desa Kamanggih, Sumba Timur.
Koperasi tersebut berdiri sejak 1999 dan masih mengelola biogas yang berasal dari kotoran ternak babi, PLTMH, PLTB dan PLTS.
Saya yakin cerita koperasi tersebut ada di daerah lain. Kita tinggal mengangkat dan mendorong local champion di seluruh daerah di Indonesia untuk menjadi motor penggerak.
Di samping pemerintah, perusahaan, dan NGO, peran media juga tidak kalah krusial. Media harus konsisten menyuarakan isu energi terbarukan dan perubahan iklim.
Media perlu menciptakan urgensi agar pemerintah, perusahaan, dan NGO mempercepat proses pengembangan energi terbarukan.
Akademisi juga punya peran signifikan dalam mempercepat proses transisi energi. Melalui penelitian-penelitian mutakhir dan hasil riset lapangan, mereka bisa membawa pengetahuan yang berguna bagi pemerintah dan swasta.
Pengetahuan tersebut bisa dalam bentuk metode pengoptimalan energi terbarukan, potensi lain dari energi terbarukan, bagaimana mengembangkan suatu daerah dengan energi terbarukan, dan lain sebagainya.
Singkatnya, mengembangkan energi terbarukan membutuhkan bantuan dari banyak pihak. Kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan NGO dapat mengakselerasi pengembangan energi terbarukan.
Menurut Zaman et.al. (2022), yang terpenting adalah kepemimpinan di setiap aktor ini suportif, yang berperan signifikan dalam keberhasilan proyek berkelanjutan.
Tenggat waktu semakin sempit dan pemimpin perlu mempercepat langkahnya dalam memenuhi target yang diusung.
Penulis percaya bahwa dengan kekuatan kolaborasi, Indonesia bisa memenuhi target dan bahkan menciptakan local champion di daerah Indonesia yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya