Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 29 Januari 2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Dua lembaga riset Indonesia dan Jepang menjalin kerja sama pengolahan fraksi limbah pertanian dan energi menjadi bahan bakar nabati (BBN) alias biofuel dan biokimia yang berkelanjutan.

Kerja sama tersebut terjalin antara Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Japan International Cooperation Agency (JICA).

Proyek kerja sama tersebut dinamakan SATREPS dan ditandatangani di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Kamis (25/1/2024).

Baca juga: Warga Bisa Gunakan Limbah PLTU untuk Pupuk hingga Material Bangunan

Kepala Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional Bayu Adjie mengatakan, salah satu output proyek adalah memberikan sesuatu menjadi lebih bermanfaat secara ekonomi.

Proyek SATREPS memfokuskan pengembangan ekonomi biosirkular dengan merangkul pendekatan holistik terhadap limbah pertanian dan energi.

Melalui pemanfaatan fraksi limbah tersebut, diharapkan dapat menghasilkan biofuel dan biokimia yang berkelanjutan, mengurangi dampak lingkungan, serta meningkatkan efisiensi sumber daya.

Selain memberikan inovasi dalam pengelolaan limbah, proyek tersebut juga diharapkan menciptakan model ekonomi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Baca juga: Lima Tahun Bank Sampah Unsyiah Aceh, Sulap Limbah Jadi Rupiah

Kesepakatan ini menciptakan landasan kuat untuk kerja sama antara JICA dan BRIN dalam menghadirkan solusi baru untuk tantangan global dalam sektor bioekonomi.

Bayu juga berharap dapat membangun kerja sama dengan Jepang dalam proyek lainnya.

"Kami berdiskusi dengan Direktur Pendanaan Riset tentang Platform Kolaborasi yang akan melibatkan pihak luar baik dalam negeri maupun luar negeri," kata Bayu dikutip dari situs web BRIN.

"Platform Kolaborasi di sini juga harus menghadirkan mahasiswa, peneliti, industri, dan LSM, dan kemudian banyak organisasi, sehingga sangat terbuka untuk berkolaborasi," sambungnya.

Baca juga: Krakatau Blue Water Olah Limbah dari Baja Jadi Air Berkualitas

Chief Representative JICA Indonesia Office Takehiro Yasui mengatakan, sebelumnya JICA sudah bekerja sama dalam proyek pertanian di Indonesia.

Kini, proyek terbaru tersebut diharapkan dapat berkontribusi terhadap kemajuan industri baru dengan mengelompokkan teknologi produksi biofuel melalui produksi bioproduk bernilai tambah tinggi dari limbah pertanian.

"Proyek ini diharapkan dapat mendukung kebijakan Indonesia dalam memerangi perubahan iklim melalui pendidikan emisi karbon dengan pendekatan baru yang bekerja sama dengan JICA," ujar Yasui.

Proyek ini, lanjut Yasui, akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan di Indonesia.

Baca juga: Setiap Tahun, 250 Juta Ton Limbah Plastik Tidak Tertangani

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
LSM/Figur
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pemerintah
Upaya Warga Selamatkan Kakatua Jambul Kuning Langka, Tanam Pohon Kelengkeng
Upaya Warga Selamatkan Kakatua Jambul Kuning Langka, Tanam Pohon Kelengkeng
LSM/Figur
IS2P Bekali Jurnalis untuk Olah Laporan Keberlanjutan dan Cegah Greenwashing
IS2P Bekali Jurnalis untuk Olah Laporan Keberlanjutan dan Cegah Greenwashing
LSM/Figur
Eksploitasi SDA Demi Ekonomi 8 Persen, Indonesia Bisa Keluarkan Biaya Lebih Menurut Pakar
Eksploitasi SDA Demi Ekonomi 8 Persen, Indonesia Bisa Keluarkan Biaya Lebih Menurut Pakar
LSM/Figur
Upaya Restorasi TN Tesso Nilo 31.000 Hektar, Cukupkah untuk Gajah?
Upaya Restorasi TN Tesso Nilo 31.000 Hektar, Cukupkah untuk Gajah?
Pemerintah
Banjir Sumatera dan Amanah Kolektif Menjaga Ruang Hidup
Banjir Sumatera dan Amanah Kolektif Menjaga Ruang Hidup
Pemerintah
Survei: 32 Persen CEO Indonesia Klaim Perusahaannya Terapkan Keberlanjutan
Survei: 32 Persen CEO Indonesia Klaim Perusahaannya Terapkan Keberlanjutan
Swasta
Kemenhut: Gelondongan Terbawa Banjir Berasal dari Pohon Lapuk dan Kemungkinan 'Illegal Logging'
Kemenhut: Gelondongan Terbawa Banjir Berasal dari Pohon Lapuk dan Kemungkinan "Illegal Logging"
Pemerintah
Ironi Banjir Besar di Sumatera, Saat Cuaca Ekstrem Bertemu Alih Fungsi Lahan
Ironi Banjir Besar di Sumatera, Saat Cuaca Ekstrem Bertemu Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
ADB: Asia Perlu 1,7 Triliun Dollar AS Per Tahun untuk Respons Perubahan Iklim
ADB: Asia Perlu 1,7 Triliun Dollar AS Per Tahun untuk Respons Perubahan Iklim
LSM/Figur
Kemenhut Ancam Pidanakan Pihak yang Tak Serahkan Lahan TN Tesso Nilo
Kemenhut Ancam Pidanakan Pihak yang Tak Serahkan Lahan TN Tesso Nilo
Pemerintah
Kasus Campak Global Naik, 30 Juta Anak Tak Dapat Vaksin
Kasus Campak Global Naik, 30 Juta Anak Tak Dapat Vaksin
Pemerintah
Viral Kayu Gelondongan Hanyut Saat Banjir, Kemenhut Telusuri Asalnya
Viral Kayu Gelondongan Hanyut Saat Banjir, Kemenhut Telusuri Asalnya
Pemerintah
Menundukkan Etno-Egoisme dalam Perjuangan Ekologis
Menundukkan Etno-Egoisme dalam Perjuangan Ekologis
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau