KOMPAS.com - Organisasi non-profit Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) meminta pemerintah untuk merevisi kembali kebijakan penghapusan ekspor listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap.
Pasalnya, mereka menilai penghapusan opsi ekspor listrik dari PLTS atap terkait revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 dapat menyebabkan turunnya minat masyarakat terhadap PLTS.
Koordinator Perkumpulan AEER Pius Ginting menyampaikan, keputusan Presiden Joko Widodo menyetujui revisi PLTS Atap, mencabut kemungkinan ekspor listrik dari PLTS atap ke jaringan listrik yang sudah ada.
Baca juga: Pasang PLTS Atap Harusnya Tidak Dipersulit Peraturan
“Penghapusan opsi ekspor listrik dari PLTS atap memunculkan kekhawatiran terkait dengan menurunnya minat masyarakat terhadap PLTS sebagai sumber energi terbarukan,” ujar Pius dalam keterangan tertulis, Senin (12/2/2024).
Menurut AEER, ekspor tersebut menjadi langkah untuk mengurangi beban keuangan perusahaan listrik di tengah kelebihan pasokan listrik oleh PLN, dengan jumlah kelebihan pasokan di jaringan Jakarta Bali mencapai 4 GW.
Pius menjelaskan, kondisi ini berpotensi menghambat upaya Indonesia untuk mencapai target ambisius dalam penggunaan energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025, serta target penurunan emisi sebesar 31,89 persen pada 2030.
Oleh karena itu, kebijakan tersebut harus diimbangi dengan strategi seperti percepatan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Tujuannya untuk mendukung transisi energi Indonesia, agar emisi mencapai puncaknya tahun 2030 dan menuju net zero pada 2050.
Baca juga: Kapasitas PLTS dan PLTB di ASEAN Meningkat 20 Persen
Sumber pasokan listrik utama di Indonesia saat ini adalah dari PLTU yang menggunakan bahan bakar fosil. Selain berkontribusi pada pasokan listrik yang besar, PLTU juga menghasilkan emisi karbon yang signifikan.
"Pengurangan operasi PLTU akan membantu mengurangi kelebihan pasokan listrik serta mendukung upaya penurunan emisi," tutur dia.
AEER meyakini bahwa dengan mengurangi ketergantungan pada PLTU dan meningkatkan penggunaan PLTS, Indonesia dapat mencapai keseimbangan antara kebutuhan energi dan tanggung jawab lingkungan.
Apalagi, menurutnya, ada potensi besar di kota-kota besar seperti Jakarta, dengan 20 persen penduduk berpendapatan tinggi berpotensi untuk memasang PLTS atap berkapasitas 1 KWp.
"Jika setiap individu ini memasang PLTS atap, total kapasitas yang dapat dihasilkan di Jakarta akan mencapai 311,3 MWp," pungkas Pius.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya