Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/03/2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Ekosistem akuatik seperti danau turut berkonribusi terhadap pelepasan metana ke atmosfer.

Untuk diketahui, metana merupakan salah satu kontributor utama emisi gas rumah kaca (GRK) dunia, nomor dua terbesar setelah karbon dioksida.

Metana juga bertanggung jawab atas sekitar 30 persen pemanasan global.

Baca juga: Google Segera Luncurkan Satelit Pemantau Metana, Lacak Kebocoran dari Migas

Emisi metana juga tidak bisa dianggap remeh. Selain 84 kali lebih kuat dalam memerangkap panas dibandingkan karbon dioksida, metana juga berpotensi menyebabkan pemanasan global 25 kali lebih besar.

Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Hidayat mengatakan, metana dapat terakumulasi di danau melalui proses alami seperti dekomposisi bahan organik di sedimen.

"Peningkatan level metana dapat memiliki implikasi dengan memberikan kontribusi pada emisi GRK, yang dapat berdampak pada pemanasan global," ungkap Hidayat dikutip dari situs web BRIN, Kamis (29/2/2024).

Pada kondisi aerobik, jelas Hidayat, bakteri penghasil metana berkembang dengan baik apabila tersedia sumber karbon dari penguraian bahan organik.

Baca juga: Gas Metana dari Sisa Makanan Bisa Sebabkan Pemanasan Global

Karena itu, penting untuk memantau dan memahami dinamika metana di dalam air untuk manajemen ekologi dan mengatasi kekhawatiran terhadap iklim.

Kelompok Riset Dinamika Proses Perairan Darat BRIN Cynthia Henny menyebut, ekosistem akuatik diperkirakan berkontribusi antara 32 hingga 58 persen dari total emisi metana alami bumi.

"Penelitian-penelitian terbaru juga menunjukkan danau tropis dengan suhu yang lebih tinggi dapat mengakumulasi hingga 400 persen lebih banyak metana dibandingkan danau di zona subtropis dengan suhu yang lebih rendah," ujarnya.

Mayoritas produksi metana dari danau berasal dari proses mikroba anaerobik yang dinamakan metanogenesis.

Baca juga: Cegah Kematian Dini Hampir 1 Juta Orang, Emisi Metana Perlu Dipangkas Secepatnya

Perlu dipangkas

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, emisi metana perlu dipangkas secepatnya guna mencegah kematian dini hampir 1 juta orang pada 2050.

Desakan tersebut disampaikan oleh badan energi internasional, International Energy Agency (IEA), dalam laporan terbarunya, Rabu (11/10/2023).

Saat ini, metana berkontribusi sekitar 3 persen dari kenaikan suhu Bumi setelah Revolusi Industri pada abad ke-18, sebagaimana dilansir Earth.org.

Di sisi lain, emisi metana global terus meningkat. Setiap tahunnya, metana meningkat 14 parts per billion pada 2022.

Baca juga: Gunungan Sampah di Belitung Terbakar karena Metana, Wabup: Masih Terkendali

Hal tersebut membuat metana menjadi GRK dengan peningkatan tahunan terbesar keempat yang tercatat sejak pengukuran dimulai pada 1983.

Tingkat metana di atmosfer juga terbukti 162 persen lebih tinggi dibandingkan sebelum masa Revolusi Industri, situasi yang membuat para ilmuwan gelisah.

Selain dari pembakaran bahan bakar fosil, emisi metana yang lepas ke atmosfer paling banyak berasal dari agrikultur dan sampah, masing-masing berkontribusi 40 persen dan 20 persen menurut Global Methane Assessment (GMA).

Agar suhu Bumi tidak naik 1,5 derajat celsius, metana perlu dipangkas 30 persen pada 2030 dari tingkat 2020.

Baca juga: Metana, Senyawa Karbon yang Paling Sederhana

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Ajak Guru di Kediri Rancang Pembelajaran Gizi Seimbang Berbasis EcoFun
IPB Ajak Guru di Kediri Rancang Pembelajaran Gizi Seimbang Berbasis EcoFun
LSM/Figur
Debu Setara 300 Piramida Giza Melayang per Tahun, Ancam 330 Juta Jiwa
Debu Setara 300 Piramida Giza Melayang per Tahun, Ancam 330 Juta Jiwa
Pemerintah
Asia Dominasi Produksi Listrik Bersih, tetapi Masih Terpusat di China
Asia Dominasi Produksi Listrik Bersih, tetapi Masih Terpusat di China
Pemerintah
Pertamina Lestarikan Hutan di Besakih Bali dengan Tanaman Energi
Pertamina Lestarikan Hutan di Besakih Bali dengan Tanaman Energi
BUMN
Transisi Energi Eropa: Surya Meraja, Tendang Batu Bara ke Titik Terendahnya
Transisi Energi Eropa: Surya Meraja, Tendang Batu Bara ke Titik Terendahnya
Pemerintah
Sederet Tantangan Dekarbonisasi Transportasi, dari Bahan Bakar sampai Insentif EV
Sederet Tantangan Dekarbonisasi Transportasi, dari Bahan Bakar sampai Insentif EV
LSM/Figur
Di Mana Keadilan Iklim? Yang Kaya Boros Energi, Yang Miskin Tanggung Dampaknya
Di Mana Keadilan Iklim? Yang Kaya Boros Energi, Yang Miskin Tanggung Dampaknya
LSM/Figur
Kisah Relawan RS Kapal Nusa Waluya II - PIS, dari Operasi di Tengah Ombak hingga Mendapat Buah-buahan
Kisah Relawan RS Kapal Nusa Waluya II - PIS, dari Operasi di Tengah Ombak hingga Mendapat Buah-buahan
BUMN
China Terapkan Standar Energi Terbarukan Pertama untuk Sektor Baja dan Semen
China Terapkan Standar Energi Terbarukan Pertama untuk Sektor Baja dan Semen
Pemerintah
Satgas PKH Kuasai 2 Juta Hektar Lahan Sawit, Selanjutnya Apa?
Satgas PKH Kuasai 2 Juta Hektar Lahan Sawit, Selanjutnya Apa?
Pemerintah
Dorong Capaian SDGs, ITS Gelar Pemeriksaan Gratis Deteksi Kanker untuk Perempuan
Dorong Capaian SDGs, ITS Gelar Pemeriksaan Gratis Deteksi Kanker untuk Perempuan
Swasta
Susul Bank AS, HSBC Keluar dari Aliansi Iklim Perbankan Dunia
Susul Bank AS, HSBC Keluar dari Aliansi Iklim Perbankan Dunia
Swasta
Teknologi China Tembak CO2 dan Metana, Pangkas Dua Emisi Sekaligus
Teknologi China Tembak CO2 dan Metana, Pangkas Dua Emisi Sekaligus
Pemerintah
Inovasi Perekat Rendah Emisi, Lebih Aman untuk Rumah dan Lingkungan
Inovasi Perekat Rendah Emisi, Lebih Aman untuk Rumah dan Lingkungan
Pemerintah
Ahli Ungkap 3 Strategi Pengembangan Ternak Pedaging Berkelanjutan
Ahli Ungkap 3 Strategi Pengembangan Ternak Pedaging Berkelanjutan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau