Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/03/2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Produksi sampah dari rumah tangga diprediksi melonjak drastis pada 2050, sebut Program Lingkungan Hidup PBB atau United Nations Environment Programme (UNEP) dalam laporan terbarunya.

Lonjakan sampah tersebut akan berdampak negatif terhadap lingkungan, mulai dari polusi hingga memperparah perubahan iklim.

UNEP menyebutkan, jika tidak ada langkah mendesak yang diambil, jumlah sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga akan melonjak di seluruh dunia.

Baca juga: Peringati Hari Peduli Sampah, Pertamina Bersih-bersih Pantai Panduri Tuban

Peningkatan sampah tersebut tak lepas dari pertumbuhan ekonomi yang pesat, termasuk di Asia dan Afrika Sub-Sahara. Padahal, banyak negara sudah kesulitan untuk mengelola produksi sampah dengan level saat ini.

UNEP memproyeksikan, ketika dunia menghasilkan sekitar 2,1 miliar ton sampah rumah tangga, kerugian yang ditimbulkan bisa mencapai 640 miliar dollar AS per tahun pada 2050.

Dari total tersebut, 443 miliar dollar AS merupakan eksternalitas, termasuk hilangnya keanekaragaman hayati, sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (28/2/2024).

Timbulan sampah rumah tangga yang tinggi juga melepaskan emisi gas rumah kaca (GRK) akibat penguraian sampah organik.

Baca juga: Hampir Rp 500 Juta, BRI Investasi Pengolahan Sampah Bening Saguling

Selain itu, polusi yang disebabkan sampah juga bisa menyebabkan antara 400.000 hingga 1 juta kematian per tahun, menurut UNEP.

UNEP memperingatkan, umat manusia telah mengalami kemunduran selama satu dekade terakhir.

"Menghasilkan lebih banyak limbah, lebih banyak polusi, dan lebih banyak emisi GRK," tulis laporan tersebut.

Berbagai upaya pencegahan sampah dan perbaikan pengelolaan limbah dapat mengurangi dampak tersebut.

Akan tetapi, UNEP menggarisbawahi terdapat hambatan besar dalam melakukan perubahan, seperti lemahnya mekanisme penegakan hukum.

Baca juga: KLHK: Kolaborasi Jadi Kunci Atasi Permasalahan Sampah

Sebuah perjanjian untuk mengatasi polusi plastik yang tidak terurai dan dapat menyebabkan dampak kesehatan yang serius, sedang dinegosiasikan. Putaran keempat perundingan perjanjian tersebut dijadwalkan berlangsung pada April.

Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen berharap, perjanjian tersebut dapat diselesaikan pada akhir tahun ini.

"Ada ketertarikan, terutama di antara negara-negara yang memproduksi polimer mentah, namun seperti yang selalu saya sampaikan kepada mereka, ini bukanlah perjanjian anti-plastik," kata Andersen kepada Reuters.

Dia menekankan, masih akan ada kebutuhan akan plastik pada beberapa sektor seperti kendaraan hingga peralatan medis.

"Saya berharap tidak akan ada delegasi yang berkomitmen untuk menghalangi, namun kita bisa menemukan jalan ke depan yang benar-benar mempertimbangkan fakta bahwa kita tenggelam dalam plastik," sambungnya.

Baca juga: Buang Sampah di Reko Waste Station Dapat Saldo E-wallet, Ini Caranya

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
Pemerintah
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Pemerintah
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
BrandzView
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
LSM/Figur
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Pemerintah
Bisnis Masa Depan, Green Economy Ciptakan 'Green Job'
Bisnis Masa Depan, Green Economy Ciptakan "Green Job"
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau