Pemerintah, kata Jisman, menargetkan jumlah produksi 1 gigawatt (GW) dari PLTS atap yang terhubung dengan jaringan PLN dan 0,5 GW dari PLTS atap non-PLN setiap tahunnya.
"Dengan asumsi kapasitas 1 modul surya 450 Wp (watt peak), maka diperlukan produksi sekitar 3,3 juta panel surya," kata Jisman.
Baca juga: Revisi Aturan PLTS Atap Disahkan, Ekspor-Impor Resmi Dihapus
Hal itulah yang menurut Jisman akan mendorong tumbuhnya industri modul surya di Indonesia.
Pada sisi hulu, kata dia lagi, Indonesia punya pasir silika yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung industri sel surya.
Di sisi lain, Ketua Dewan Pakar Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Arya Rezavidi menuturkan, ada beberapa poin dalam aturan tersebut yang dinilai justru akan menghambat penetrasi PLTS atap di Indonesia.
Dua di antaranya adalah periode permohonan PTLS atap dari pelanggan dan penerapan kuota dari pemegang IUPTLU.
"Sistem ini memungkinkan adanya risiko keterlambatan alur perizinan oleh karena adanya banyaknya input permohonan yang harus diproses pada rentang waktu perizinan dalam satu tahun," ucap Arya.
Baca juga: Revisi PLTS Atap Disahkan, Ada Aturan Kuota
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya