KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, revisi peraturan menteri (permen) pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap telah mempertimbangkan berbagai masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Sahid Junaidi dalam Sosialisasi Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024, Selasa (5/3/2024).
Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024 merupakan revisi dari peraturan sebelumnya yakni Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021, mengatur PLTS atap yang terhubung ke jaringan alias on-grid.
Baca juga: Kapasitas Terpasang PLTS Indonesia Rendah di ASEAN
Sahid menuturkan, penyusunan revisi permen tersebut dilakukan sejak Desember 2022 dengan melibatkan lintas kementerian, lembaga, dan badan usaha milik negara (BUMN).
"Peraturan menteri ini juga telah mempertimbangkan masukan dari masyarakat dalam public hearing 5 Januari 2023," kata Sahid.
Sementara itu, Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Andriah Feby Misna menuturkan, setidaknya ada lima urgensi mengapa permen tersebut perlu direvisi.
Pertama, penambahan kapasitas terpasang PLTS atap belum sesuai dengan target yang ditetapkan.
Baca juga: Meneropong Keadilan Transisi Energi PLTS Atap
Kedua, adanya pengaduan masyarakat terkait pembatasan kapasitas PLTS atap dari PT PLN yang tidak sesuai regulasi.
Ketiga, belum terpenuhnya tata kelola dan tata waktu persetujuan permohonan PLTS atap oleh PT PLN
Keempat, revisi permen yang baru dapat meningkatkan bauran EBT melalui program PLTS atap.
Kelima, adanya tuntutan green product dari konsumen yang harus segera dipenuhi industri secara cepat agar produknya tetap kompetitif di tingkat global.
Misna turut menyampaikan beberapa substansi perubahan dalam revisi permen yang mengatur PLTS atap tersebut.
Baca juga: Revisi Aturan PLTS Atap Terbaru Bisa Surutkan Partisipasi Publik
Beberapa perubahan itu di antaranya adalah penghapusan ekspor-impor listrik, penghapusan aturan kapasitas terpasang PLTS atap bagi calon pelanggan, penerapan kuota dari pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum (IUPTLU), dan lain-lain.
Selain itu, periode pendaftaran pemasangan PLTS atap on-grid hanya dua kali dalam setahun, yakni setiap Januari atau Juli.
Plt Direktur Jenderal Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu mengatakan, pengembangan PLTS atap akan mendongkrak industri modul surya di dalam negeri.
Pemerintah, kata Jisman, menargetkan jumlah produksi 1 gigawatt (GW) dari PLTS atap yang terhubung dengan jaringan PLN dan 0,5 GW dari PLTS atap non-PLN setiap tahunnya.
"Dengan asumsi kapasitas 1 modul surya 450 Wp (watt peak), maka diperlukan produksi sekitar 3,3 juta panel surya," kata Jisman.
Baca juga: Revisi Aturan PLTS Atap Disahkan, Ekspor-Impor Resmi Dihapus
Hal itulah yang menurut Jisman akan mendorong tumbuhnya industri modul surya di Indonesia.
Pada sisi hulu, kata dia lagi, Indonesia punya pasir silika yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung industri sel surya.
Di sisi lain, Ketua Dewan Pakar Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Arya Rezavidi menuturkan, ada beberapa poin dalam aturan tersebut yang dinilai justru akan menghambat penetrasi PLTS atap di Indonesia.
Dua di antaranya adalah periode permohonan PTLS atap dari pelanggan dan penerapan kuota dari pemegang IUPTLU.
"Sistem ini memungkinkan adanya risiko keterlambatan alur perizinan oleh karena adanya banyaknya input permohonan yang harus diproses pada rentang waktu perizinan dalam satu tahun," ucap Arya.
Baca juga: Revisi PLTS Atap Disahkan, Ada Aturan Kuota
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya