Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Punya 3 Beban Malnutrisi, Ini Strategi Pemerintah

Kompas.com, 6 Maret 2024, 10:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Isu ketahanan pangan selalu menjadi perhatian besar pemerintah. Hal ini mengingat kenaikan harga bahan pokok akibat efek berantai Pandemi Covid-19, cuaca ekstrem, kenaikan suhu global, dan Perang Rusia-Ukraina.

Sementara di sisi lain Indonesia dihadapkan pada sejumlah masalah seperti stunting dan kesehatan lainnya yang terkait pangan.

Di antaranya adalah tiga beban malnutrisi. Sebanyak 1 dari 3 anak berusia di bawah 5 tahun mengalami stunting. Sementara itu, 1 dari 10 anak kekurangan berat badan dan 8 persen lainnya kelebihan berat badan. 

Baca juga: Program Makan Siang Gratis, Food Estate, dan Diversifikasi Pangan

Menurut Wakil Rektor bidang Non Akademik Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) Lely Pelitasari Soebekti, masalah stunting juga berkaitan dengan soal akses dan sumber pangan di tengah masyarakat. 

“Ini harus dikembalikan lagi pada prinsip partisipasi. Saya kira kuncinya ada pada ketersediaan pangan yang bisa diberikan kepada masyarakat,” kata Lely dalam Indonesian Data Economic and Conference (IDE) Katadata 2024 yang digelar di Jakarta, Selasa (5/3/2024). 

Terkait hal ini, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, Pemerintah telah menyiapkan strategi untuk mewujudkan ketahanan pangan.

Strategi ini perlu dilakukan dengan intervensi spesifik. Salah satunya melalui penganekaragaman pangan. 

“Kami sudah punya program Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA). Jadi kalau boleh, jangan cuma mengejar swasembada padi, tapi swasembada karbo,” kata Arief. 

Baca juga: Bantu Tangani Stunting, 400 Petani Muda di NTT Bangun Ketahanan Pangan

Presiden Direktur ID Food Frans Marganda Tambunan menambahkan, saat ini perusahaannya tengah memprioritaskan distribusi 12 komoditas pangan strategis.

Tetapi sebagai perusahaan holding BUMN pangan, ID Food juga memantau peluang diversifikasi pangan dari pemanfaatan lahan yang mereka kelola. 

“Kami bisa mengembangkan produk alternatif seperti sorgum, kedelai, dari lahan yang kita kelola,” kata Frans.

Sementara Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi mengatakan, Pupuk Indonesia turut mendukung ketahanan pangan dengan menyiapkan produksi pupuk sesuai dengan daerah yang memiliki indeks pangan rendah. Ini dilakukan berdasarkan prinsip pemerataan.  

Baca juga: Presidium GKIA Luncurkan Buku MPASI Kaya Protein Berbasis Pangan Lokal

“Permasalahan ketahanan pangan ini perlu kita tangani bersama-sama. Semua pemangku kepentingan perlu duduk bersama, dari hulu ke hilir,” ujar Rahmad. 

Sementara Wakil Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Harry Hanawi menyoroti soal data pangan.

Ketersediaan data seharusnya menjadi dasar penyusunan kebijakan pangan, misal dalam hal keputusan mengimpor beras. 

“Sumber data harus akurat. Jadi kalau perlu impor, harus dicek dulu data-datanya,” kata Harry. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH Segel Kebun Sawit di Tapanuli Tengah Imbas Banjir Sumatera Utara
KLH Segel Kebun Sawit di Tapanuli Tengah Imbas Banjir Sumatera Utara
Pemerintah
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Pemerintah
Pemerintah dan KI Bentuk Tim Pelaksana Budi Daya Udang Berkelanjutan di Banyuwangi
Pemerintah dan KI Bentuk Tim Pelaksana Budi Daya Udang Berkelanjutan di Banyuwangi
Pemerintah
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Pemerintah
Nestapa Gajah Sumatera
Nestapa Gajah Sumatera
Pemerintah
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Pemerintah
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Swasta
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
LSM/Figur
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Pemerintah
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
LSM/Figur
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
LSM/Figur
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Pemerintah
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau