KOMPAS.com - Di tengah kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok, sosialisasi mengenai subtitusi konsumsi pangan perlu digaungkan.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani meminta pemerintah gencar melakukan sosialisasi subtitusi konsumsi pangan atau penggantian bahan makanan namun memiliki fungsi yang sama.
"Saya rasa itu menjadi solusi, kunci, tidak hanya dari sisi suplainya, tetapi dari sisi permintaan (konsumen) yang perlu menjadi kata kunci," kata Aviliani sebagaimana dilansir Antara, Selasa (5/3/2024).
Baca juga: Program Makan Siang Gratis, Food Estate, dan Diversifikasi Pangan
Menurutnya, perubahan pola makan menuju bahan makanan yang memiliki fungsi serupa menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini.
Contohnya, jika harga daging mahal, maka ikan atau ayam bisa menjadi alternatif yang sama-sama mengandung protein.
Ia juga menyoroti pentingnya subtitusi dalam hal karbohidrat, seperti mengganti nasi dengan singkong atau ubi yang memiliki fungsi yang sama.
"Itu namanya subtitusi, beras lagi mahal, terus ubi murah, kenapa kita tidak makan ubi, kan sama-sama karbohidrat," jelas Aviliani.
Baca juga: Bantu Tangani Stunting, 400 Petani Muda di NTT Bangun Ketahanan Pangan
Menurutnya, pemahaman mengenai subtitusi ini dapat membantu menekan harga barang karena menciptakan variasi dalam konsumsi masyarakat.
"Singkong itu murah kan, orang menganggapnya makan singkong itu nggak ini, padahal menurut saya sama-sama karbohidrat, dan karbohidratnya sehat," tutur Aviliani.
Meski begitu, dia mengimbau masyarakat tidak berlebihan dalam berbelanja sehingga dapat mencegah terjadinya kelangkaan barang di pasaran, terutama bahan makanan pokok.
Hal ini penting untuk menjaga ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat.
Baca juga: Pemprov Jateng Raih 3 Penghargaan Bidang Pangan dari Bapanas
Menurutnya diperlukan kesadaran kolektif dan tanggung jawab bersama untuk menjaga stabilitas bahan pokok.
"Dengan kita jadi smart (cerdas), nanti yang jualan kalah sama kita, yang tadinya dia jual mahal, maka akan dia jual murah lagi," tuturnya.
Sementara dalam konteks peningkatan kemandirian pangan, ia juga menyoroti pentingnya peningkatan produksi dan penggunaan teknologi dalam sektor pangan.
"Lalu dari sisi produksi, saya rasa kita harus segera untuk menggunakan teknologi tinggi, sehingga harus bisa menjadi negara pengekspor pangan, bukan lagi pengimpor pangan," papar Aviliani.
Baca juga: Presidium GKIA Luncurkan Buku MPASI Kaya Protein Berbasis Pangan Lokal
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya