KOMPAS.com - Dunia berada di ambang pemutihan terumbu karang massal keempat. Hal tersebut dapat menyebabkan sebagian besar terumbu karang tropis mati.
Kekhawatiran tersebut disampaikan pawa ilmuwan dari Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS atau National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).
Ancaman tersebut tak lepas dari memanasnya suhu laut selama beberapa bulan terakhir yang disebabkan oleh perubahan iklim, ditambah fenomena El Nino.
Baca juga: PBB Jajaki Mekanisme Asuransi Terumbu Karang di Kepulauan Gili
"Sepertinya keseluruhan Belahan Bumi Selatan akan mengalami pemutihan tahun ini," kata ahli ekologi Derek Manzello, koordinator Coral Reef Watch NOAA, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (5/3/2024).
"Kita benar-benar berada di titik puncak peristiwa pemutihan terburuk dalam sejarah planet ini," sambungnya.
Pemutihan karang bermula saat alga-alga lepas dari jaringan karena tekanan panas. Tanpa alga, karang menjadi pucat dan rentan terhadap kelaparan dan penyakit.
Pemutihan karang dapat berdampak buruk bagi ekosistem laut.
Selain itu, fenomena tersebut dapat memukul perekonomian berbasis perikanan dan pariwisata yang bergantung pada terumbu karang yang sehat.
Baca juga: Dua Perusahaan Transplantasi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu
Peristiwa pemutihan karang massal global terakhir terjadi pada 2014 hingga 2017, saat Great Barrier Reef di Australia kehilangan hampir sepertiga karangnya.
Hasil awal menunjukkan, sekitar 15 persen terumbu karang di dunia mengalami kematian akibat pemutihan massal.
Tahun ini, dampak pemutihan massal diperkirakan akan menjadi lebih buruk seiring dengan semakin banyaknya observasi yang dilakukan.
Setelah Belahan Bumi Utara mengalami musim panas tahun lalu, Karibia mencatat pemutihan karang terburuk yang pernah terjadi.
Baca juga: Coral Triangle Bakal Punah, AIS Forum Bantu Pemulihan Terumbu Karang
"Seluruh Great Barrier Reef mengalami pemutihan. Kami baru saja mendapat laporan bahwa Samoa Amerika sedang mengalami pemutihan," ujar Manzello.
Sebelumnya lagi, peristiwa pemutihan karang massal terjadi pada 2010 dan 1998.
Pemutihan karang sering kali dikaitkan dengan fenomena iklim El Nino yang terjadi secara alami yang menyebabkan perairan laut menjadi lebih hangat.
Namun, dunia juga baru saja mencatat periode 12 bulan pertama dengan suhu rata-rata lebih dari 1,5 derajat celsius di atas suhu pra-industri karena pemanasan global yang semakin parah.
Dalam jangka waktu yang lebih lama, kenaikan suhu 1,5 derajat celsius diyakini menjadi titik kritis kematian karang secara massal, dan para ilmuwan memperkirakan bahwa 90 persen karang dunia bisa hilang.
Baca juga: Zero Waste, Zero Emission, Garudafood Dukung Karang Taruna dan Bank Sampah Pati
Saat ini, NOAA masih menunggu konfirmasi akhir dari para ilmuwan di Samudera Hindia atau foto-foto terumbu karang Samudera Hindia untuk mendeklarasikan bahwa pemutihan massal keempat benar-benar terjadi.
Di Great Barrier Reef, para ilmuwan melakukan observasi di terumbu karang untuk menentukan tingkat pemutihan.
Sejauh ini, survei udara telah mengungkapkan pemutihan karang yang luas di wilayah Keppels dan Capricorn-Bunker
"Survei udara terus dilakukan karena pemutihan karang telah dilaporkan di seluruh kawasan taman laut, dengan tingkat keparahan yang bervariasi," kata juru bicara Institut Ilmu Kelautan Australia Joanne Manning.
Dia menambahkan, bahwa survei tersebut bertujuan untuk menyelesaikan survei udara beberapa minggu mendatang dan memperluas hingga survei karang di dalam air.
Baca juga: Jaga Warisan Alam Sanur, Danamon Gelar Konservasi Terumbu Karang
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya