KOMPAS.com – Jaringan pembangunan global PBB, United Nations Development Program (UNDP), tengah menjajaki mekanisme asuransi terumbu karang di Indonesia, tepatnya di Kepulauan Gili, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dilansir dari Nikkei Asia, terumbu karang di dekat Pulau Lombok tersebut semakin terancam oleh perubahan iklim dan bencana alam.
Ekosistem di terumbu karang tersebut juga terdampak akibat gempa bermagnitudo 6,9 yang mengguncang Lombok pada Agustus 2018.
Baca juga: Dua Perusahaan Transplantasi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu
Selama ini, upaya perbaikan dan perlindungan terumbu karang di sana dilakukan secara swadaya.
Oleh karena itu, muncullah inisiasi untuk mengasuransikan terumbu karang di Kepualaun Gili tersebut, sebagaimana dilansir Insurance Business Mag.
Inisiatif tersebut sedianya akan dimulai pada Januari 2024. Proyek ini bertujuan untuk memberikan bantuan keuangan secepat mungkin untuk restorasi terumbu karang setelah bencana alam, tanpa memerlukan asesmen kerusakan pasca bencana.
Inisiatif ini didukung oleh Ocean Risk and Resilience Action Alliance (ORRAA) dan didanai oleh Blue Planet Fund milik Pemerintah Inggris.
Menurut Nikkei Asia, inisiatif ini berupaya untuk membangun model pendanaan berkelanjutan untuk pemerintah Indonesia dan dana perwalian konservasi.
Baca juga: Coral Triangle Bakal Punah, AIS Forum Bantu Pemulihan Terumbu Karang
ORRAA menerima dukungan dari beberapa negara seperti Kanada, Inggris, Amerika Serikat (AS), serta sejumlah lembaga keuangan dan organisasi nirlaba.
Proyek ini merupakan bagian dari tren yang lebih luas di kawasan Asia-Pasifik, di mana skema asuransi yang dipicu oleh cuaca sedang dipertimbangkan atau diujicobakan oleh berbagai organisasi, termasuk Asian Development Bank (ADB) dan negara-negara G7.
Proyek-proyek ini sering kali melibatkan perusahaan asuransi swasta besar dan menawarkan premi bersubsidi atau proyek yang didukung donor.
Meskipun asuransi cuaca dan bencana telah ada selama beberapa dekade, akses terhadap perlindungan ini masih terbatas, terutama bagi masyarakat rentan.
Kepala Fasilitas Asuransi dan Pembiayaan Risiko atau Insurance and Risk Finance Facility (IRFF) UNDP Jan Kellett dalam KTT iklim COP28 menekankan perlunya asuransi di bidang-bidang ini.
Baca juga: Jaga Warisan Alam Sanur, Danamon Gelar Konservasi Terumbu Karang
Akan tetapi, dia juga mengakui bahwa penerapan asuransi juga bukanlah solusi yang lengkap.
Menurut IRFF, Indonesia mengalami kerugian ekonomi yang besar akibat bencana antara 2007 hingga 2018, namun belanja pemerintah untuk tanggap darurat dan pemulihan relatif rendah.
Munich Re, penyedia asuransi terkemuka di Jerman, juga mencatat kurangnya cakupan asuransi bencana di negara berkembang di Asia.
Harapannya adalah bahwa asuransi yang didukung oleh donor dan dipicu oleh parametrik dapat menawarkan cakupan yang lebih tepat sasaran dan terjangkau.
Asuransi parametrik memberikan pembayaran yang telah ditentukan sebelumnya ketika ambang batas iklim atau meteorologi tertentu terpenuhi.
Baca juga: MARS Canangkan The Big Build, Kemitraan Restorasi Terumbu Karang Terbesar di Dunia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya