KOMPAS.com- Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Hartono Gunadi menyebut, tiap tahunnya imunisasi sudah menyelamatkan sekitar 3,5 hingga 5 juta nyawa dari penyakit berbahaya, seperti difteri, tetanus, pertusis, influenza, dan campak.
"Oleh karena itu, imunisasi menjadi hak anak di seluruh dunia," ujar Hartono dalam konferensi pers Pekan Imunisasi Sedunia dari Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin (18/3/2024).
Baca juga: Kemenkes dan Organisasi Riset ASEAN Resmi Kerja Sama Kesehatan
Vaksin dapat membantu menghindarkan anak dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang membawa komplikasi.
Salah satu contohnya yaitu campak. Campak menyebar lewat udara, dan satu anak dapat menginfeksi 12 hingga 18 orang lainnya.
Adapun komplikasi dari campak adalah pneumonia, diare, encephalitis atau radang otak, kebutaan, bahkan infeksi telinga.
"Nah, komplikasi tadi diare dan pneumonia. Keduanya itu merupakan penyebab kematian bayi. Ini merupakan hal yang bisa kita cegah dengan imunisasi," kata Hartono, dikutip dari Antara, Selasa (19/3/2024).
Adapun komplikasi radang otak adalah gangguan kognitif yang dapat membuat anak kesulitan belajar, lemah, lumpuh, epilepsi, bahkan hidrosefalus.
Dalam kesempatan itu, dia menyebukan, ada lebih dari 1,8 juta anak Indonesia yang belum mendapatkan imunisasi, sehingga perlu dilakukan imunisasi kejar.
Menurut Hartono, imunisasi perlu diberikan secara lengkap. Bila pernah mendapatkan imunisasi satu kali, dapat dilanjutkan dengan imunisasi lainnya sesuai dengan jadwal imunisasi yang ideal.
"Kemudian mungkin diperlukan suntikan ganda. Suntikan ganda adalah pemberian suntikan beberapa kali, lebih dari satu kali pada saat perkunjungan. Suntikan ini terbukti aman, efektif, dan efisien," tuturnya.
Baca juga: Tak Hanya Kesehatan, Puntung Rokok Juga Merusak Lingkungan
Menurut laman Kementerian Kesehatan, imunisasi adalah suatu upaya untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. Sehingga, bila suatu saat terpapar dengan penyakit tersebut, tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Sebagai informasi, Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi atau PD3I merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri.
Untuk penyakit yang disebabkan oleh virus antara lain adalah Cacar, Campak, Polio, Hepatitis B, Hepatitis A, Influenza, Haemophilus.
Sementara itu, penyakit yang disebabkan oleh bakteri, misalnya Pertusis, Difteri, Tetanus, dan Tuberkulosis.
Contoh penyakit lain yang diberikan Hartono adalah difteri, di mana terdapat 103 kejadian luar biasa (KLB) di 19 provinsi pada 2023.
Dia menyebutkan bahwa pada penderita difteri, ada selaput yang menutup saluran nafas. Disertai gejala-gejala difteri berupa demam, sakit kepala, serta kesulitan bernafas.
Selaput tersebut tidak bisa sembarangan dibuang, karena disentuh saja sudah berdarah.
Baca juga: BPJS Kesehatan Gandeng HIRA Korea Optimalkan Jaminan Kesehatan
"Bagaimana kalau dia tersumbat saluran nafasnya? Jadi harus dibolongin di sini, namanya tracheostomy," katanya.
Komplikasi akibat difteri termasuk penyakit jantung, gangguan ginjal, serta gangguan syaraf. Selain itu, dia mengatakan, angka mortalitas difteri adalah lima hingga 10 persen.
"Kalau tidak diobatin, mortalitasnya 50 persen meninggal. Pengobatannya tentu perlu antibiotik dan serum. Antidifteri serum. Antidifteri serum ini tidak diproduksi di Indonesia. Harus diimpor," terang Hartono.
Di negara lain, produksi serum itu semakin sedikit, karena kasus difteri mereka pun sedikit.
"Jadi kembali lagi, apa yang kita perlu lakukan? Yang perlu dilakukan adalah pemberian imunisasi," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya