KOMPAS.com - Jaringan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Save Karimunjawa menyerukan agar aktivis Karimunjawa Daniel Frits Maurits Tankilisan dibebaskan dari jeratan tuntutan pidana.
Daniel dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) buntut warga petambak udang tidak terima dengan komentar Daniel di media sosial.
Jaksa penuntut umum (JPU) menjerat Daniel dengan Pasal 28 ayat 2 UU ITE dengan tuntutan 10 bulan penjara dan denda Rp 5 juta.
Baca juga: Aktivis Serukan Setop Alih Fungsi Lahan Gambut, Ada Bahaya Mengintai
Kuasa hukum Daniel, Gita Paulina T Purba, menyampaikan kasus yang menjerat Daniel tidak layak diproses bahkan diputuskan sebagai pelanggaran UU ITE sebagaimana didakwa oleh JPU.
Pihaknya mengemumkakan fakta, tidak ada unsur kebencian yang dilontarkan Daniel terhadap piha-pihak yang disangkakan oleh pelapor dalam hal tersebut.
“Saksi ahli yang dihadirkan JPU maupun pihak kami semuanya menguatkan bahwa tidak ada pelanggaran UU ITE dalam perkara ini,” kata Gita dalam konferensi pers yang diikuti secara daring, Kamis (21/3/2024).
Lebih lanjut, Gita menyoroti ketidaklaziman dalam persidangan yang menjerat Daniel. Salah satunya adalah majelis hakim di Pengadilan Negeri Jepara menggelar persidangan dengan cepat dan maraton, selama tiga hari dalam satu pekan.
Karena cepatnya dan keterbatasan waktu persidangan, Gita menuturkan tim kuasa hukum Daniel tidak memiliki waktu yang memadai untuk membuat pembelaan yang cukup.
Baca juga: Aktivis Desak Aparat Hentikan Alih Fungsi Lahan Gambut di Sumsel
“Beberapa keberatan yang kami sampaikan sepertinya juga tidak dipertimbangkan majelis hakim. Sehingga kami mau tak mau menerima agenda persidangan yang menurut kami kurang memadai dan kurang layak untuk Daniel,” ujar Gita.
Sementara itu, Deputi Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Muhammad Rezaldy mengatakan, setidaknya ada tiga alasan mengapa kasus yang menjerat Daniel harus dihentikan dan dia harus dibebaskan.
Pertama, kritik atau kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah hak asasi manusia (HAM) yang dijamin konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan.
Kebebasan berekspresi salah satunya dijamin dalam konstitusi yakti Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28.
“Dalam hal ini aparat penegak hukum harus patuh dan tunduk. Bila tidak maka bentuk pembangkangan terhadap hukum dan HAM itu sendiri,” tutur Andi.
Baca juga: Perusahaan Asuransi yang Danai Shell, dan BP Bakal Jadi Sasaran Tembak Aktivis Iklim
Kedua, berdasarkan kerja-kerjanya, Daniel adalah aktivis lingkungan hidup. Kritik yang dia sampaikan semata-mata terkait masalah lingkungan hidup yang dia advokasi.
Jika merujuk Pasal 66 UU Nomor 32 tahun 2009, sebagai aktivis lingkungan, Daniel tidak bisa digugat perdata dan dituntut pidana.
Ketiga, Komnas HAM sudah memberikan pendapat pihak ketiga. Dalam padangan Komnas HAM, Daniel tidak dapat dipidanakan dan majelis hakim harus mempertimbangkan pendapat tersebut.
Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum menyampaikan, apa yang terjadi pada Daniel bisa dilihat sebagai upaya kriminalisasi terhadap aktivis atau pembela HAM.
Dia menuturkan, kasus yang menimpa Daniel merupakan satu dari sebagian banyak yang dialami kelompok-kelompok vokal yang dilaporkan dengan pasal bermasalah dari UU ITE.
Nenden menuturkan, UU ITE sudah diakui memiliki banyak pasal bermasalah, sehingga proses revisi telah dilakukan.
“Sudah ada dokumen terbaru mengenai UU ITE revisi kedua. Sehingga apa yang ditudukan melanggar Pasal 28 Ayat 2 UU ITE tahun 2016 seharusnya bsia di-review kembali,” ucap Nenden.
Baca juga: COP28: Aktivis Muda Muak dengan Janji-janji Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya